D E M O K R A S I
D
I
I N
D O N
E S I A
Aturan yang baik dan benar,
mendukung kehidupan yang baik dan benar
Rakyat
Indonesia sudah lama mendengar kata - kata DEMOKRASI.
Dijaman
pemerintahan Presiden Ir. Soekarno, pernah ada yang namanya Demokrasi
Terpimpin.
Dan
dijaman Presiden Suharto, kita juga pernah mendengar Demokrasi Pancasila.
Sejak
era reformasi, kata - kata Demokrasi kembali dikumandangkan
Hanya
saja sampai saat ini, tidak ada penjelasan dari negara atau dari orang - orang
yang meneriakkan demokrasi, bentuk dari demokrasi itu seperti apa, apa
manfaatnya, dan bagaimana mempergunakannya.
Sampai
hari ini masyarakat umum hanya mengenal demokrasi seperti sebuah kata, tanpa
mengetahui maknanya
Waktu
di Sekolah Menengah Atas (SMA) dulu pernah diajarkan tentang asal kata
Demokrasi.
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua akar kata :
Demos artinya Rakyat,
Kratein
artinya Pemerintahan.
Jadi
kalau digabung, demokrasi kira - kira pengertian bebasnya adalah :
Sistim Pemerintahan dari Rakyat
Untuk Rakyat.
Pengertian
Demokrasi dalam kamus bahasa Indonesia adalah :
1.
Pemerintahan
yang seluruh rakyatnya turut memerintah dengan perantaraan wakil - wakilnya.
2. Gagasan
atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Menurut
pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, alinea keempat, disebutkan . . … maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan, serta
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal
1 ayat 2 Undang - Undang dasar 1945, sebelum diamandemen, menyebutkan kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Kedaulatan
rakyat, adalah segala sesuatu yang dimiliki rakyat, antara lain kemerdekaan /
kebebasan, kepemilikan, hak asasi manusia.
Dengan
demikian, DEMOKRASI adalah wujud dari Kedaulatan
Rakyat.
Demokrasi
ini harus diberi bentuk dan batasan - batasan yang jelas, sehingga dalam
pelaksanaannya demokrasi ini tidak berubah - ubah bentuk, mengikuti jalan
pikiran masing - masing.
Merujuk
kepada alinea keempat pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, maka dasar dari
Demokrasi di Indonesia, sama dengan dasar negara yaitu PANCA SILA.
Oleh
sebab itu, maka sepantasnyalah Demokrasi di Indonesia, disebut DEMOKRASI PANCA
SILA.
Dengan
demikian maka perwujudan Demokrasi di Indonesia, tidak bisa disamakan dengan
perwujudan Demokrasi dinegara manapun didunia ini, termasuk Demokrasi di
Amerika Serikat, yang dikenal sebagai “Bapaknya Demokrasi”.
Hak
– hak azazi manusia, dalam demokrasi Panca Sila, adalah hak – hak azazi yang
paling tinggi nilainya, paling bisa diterima oleh semua ummat manusia, karena
berdasarkan kepada ajaran dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai
– nilai dari hak azazi manusia yang tidak sesuai dengan tuntunan dan aturan
Tuhan Yang Maha Esa, akan menimbulkan pro dan kontra, tidak bisa diterima
didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang didirikan berdasarkan kedaulatan rakyat,
dimana rakyat kemudian memilih pemimpin dan wakil - wakilnya untuk duduk
didalam lembaga - lembaga pengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah
salah satu bentuk Demokrasi.
Pelaksanaan
dari awal sampai akhir proses pemilihan wakil – wakil rakyat, haruslah
mengikuti ketentuan Undang - Undang Dasar 1945, dan berdasarkan kepada Panca
Sila.
Masalahnya
sekarang adalah, Undang – Undang Dasar 1945 sudah diamandemen dan hasil
amandemen tersebut banyak yang menyimpang dari maksud dan tujuan yang
terkandung didalam PEMBUKAAN Undang –
Undang Dasar 1945.
Pelaksanaan
pemilihan wakil – wakil rakyat serta pimpinan negara maupun pimpinan daerah, yang
diatur berdasarkan Undang – Undang Dasar 1945 yang sudah diamanden, tidak mencerminkan hak kedaulatan rakyat, tidak
demokratis, walaupun dinamakan sebagai “pesta demokrasi”.
Republik
Indonesia, sudah beberapa kali melaksanakan apa yang dikatakan orang sebagai “pesta
demokrasi”, yaitu pada saat memilih wakil - wakil rakyat untuk duduk didalam
badan - badan perwakilan, serta untuk memilih presiden dan wakil presiden serta
pemilihan kepala - kepala daerah.
Tetapi
karena demokrasi di Indonesia tidak diberi bentuk yang jelas sesuai dengan yang
terkandung didalam Pembukaan Undang -
Undang Dasar 1945, maka yang terjadi
adalah demokrasi yang diatur oleh partai - partai politik, sehingga merugikan,
bahkan menghilangkan hak kedaulatan
rakyat.
Rakyat
tidak mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan pilihannya, karena segala
sesuatu harus diatur melalui partai - partai politik.
Campur
tangan partai - partai politik dalam menentukan jalannya kehidupan berbangsa
dan bernegara, sudah menyalahi maksud dan tujuan yang terkandung didalam
Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945.
DEMOKRASI PANCA SILA, dengan
mengikuti arti dari kata demokrasi dan dikaitkan dengan isi dari Pembukaan
Undang - Undang Dasar 1945, maka artinya adalah : Menerapkan Kedaulatan
Rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara atau dalam sistim politik,
dengan berdasarkan Panca Sila.
Penyelenggara
kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah
yang mendapat kewenangan dari rakyat
untuk melaksanakan pembangunan bangsa
dan negara guna mencapai tujuan kemerdekaan
bangsa Indonesia, dengan penuh tanggung
jawab.
DEMOKRASI PANCA SILA, tidak
mengenal pertikaian, perseteruan,
ataupun oposisi, karena akan merusak persatuan bangsa.
Berdemonstrasi
atau melakukan aksi unjuk rasa, adalah salah satu cara untuk menyampaikan
pendapat. Akan tetapi, aksi unjuk rasa yang disertai dengan kekerasan dan
pengrusakan, ataupun penghinaan, bertentangan dengan Demokrasi Panca Sila.
DEMOKRASI PANCA SILA, menghormati
dan menghargai perbedaan pendapat, karena perbedaan pendapat merupakan energi
untuk mencapai kemajuan yang optimal.
Perbedaan
antara yang terjajah dengan penjajah, menimbulkan energi yang sangat
besar, menggerakkan perjuangan mencapai
kemerdekaan.
Perbedaan
tekanan udara yang besar, bisa menyebabkan badai, atau tornado.
Perbedaan
ketinggian permukaan air, bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik,
atau kalau tidak terkendali, bisa mengakibatkan bencana banjir.
Perbedaan
siang dengan malam yang teratur,
mendukung berlangsungnya kehidupan di bumi.
Dari gambaran keadaan diatas, maka perbedaan
tidak untuk dihindari, tetapi harus disikapi dan dikelola dengan baik, sehingga
bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara.
Apabila
dialam semesta ini semuanya serba sama, tidak ada perbedaan, apakah masih akan
ada kehidupan ?
Kehidupan berlangsung karena adanya perbedaan.
Kehidupan berlangsung karena adanya perbedaan.
DEMOKRASI PANCA SILA,
ikut mengawasi penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara, agar supaya tetap berlangsung dengan baik, menuju tercapainya
tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Rakyat
yang berdaulat atas negara, berhak mengawasi jalannya penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan
cara – cara yang diatur oleh undang – undang.
DEMOKRASI PANCA SILA, menghendaki
Rakyat Indonesia menentukan dan memilih pemimpin serta wakil - wakilnya dengan
bebas dan aktif, untuk ditempatkan didalam badan - badan penyelenggara negara,
seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif.
DEMOKRASI PANCA SILA,
menghendaki rakyat Indonesia menjalankan kehidupannya sesuai dengan tuntunan
dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa, dan menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan Undang – Undang Dasar 1945.
Walaupun
sudah sangat jelas, tersurat dan tersirat didalam Pembukaan Undang – Undang
Dasar 1945, akan tetapi penyelenggara negara tidak pernah menyadari bahwa
mereka adalah penerima kewenangan dari rakyat untuk membangun bangsa dan negara
menuju tercapainya cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Penyelenggara
negara, menerapkan sistim feodalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
dimana rakyat harus patuh dan tunduk kepada penyelenggara negara.
Sehingga
cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia, masih merupakan fatamorgana, yang
mengacaukan pandangan dan alam fikiran bangsa Indonesia.
Untuk
mengetahui penyebabnya ada baiknya kita melihat perjalanan Undang – Undang
Dasar 1945 sejak tanggal, 18 Agustus 1945, sampai sekarang.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia didirikan satu hari setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia, dan Undang – Undang Dasar 1945, dibuat dalam waktu yang sangat
singkat, sehingga disana sini ada kekurangan, akan tetapi untuk kebutuhan
negara pada saat itu, sudah sangat memadai.
Karena
baru merdeka, maka badan – badan atau lembaga untuk melaksanakan
penyelenggaraan negara, dibentuk dengan seadanya.
Undang
– Undang Dasar 1945, memberikan batasan waktu bagi penyelenggara negara untuk
menyiapkan lembaga – lembaga negara sesuai yang dikehendaki oleh Undang –
Undang Dasar 1945, sebagaimana yang dinyatakan dalam ATURAN TAMBAHAN, sebagai berikut :
1. Dalam enam bulan sesudah
akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan
menyelenggarakan segala hal yang
ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar ini.
2. Dalam enam bulan sesudah
Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan
Undang – Undang Dasar.
Walaupun
Undang – Undang Dasar 1945, sudah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
sebagai dasar konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi karena
belum merupakan keputusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat, maka dalam Aturan Tambahan ditegaskan bahwa Undang – Undang
Dasar harus disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ketetapan
ini menggambarkan betapa pendiri negara ini, betul – betul menjunjung tinggi
hak kedaulatan rakyat.
Akan
tetapi dengan alasan bahwa negara sampai tahun 1949 masih harus berjuang
mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia, maka pelaksanaan Aturan Tambahan
tidak bisa dilaksanakan sesuai yang dijadwalkan.
Tahun
1950, setelah “terpaksa” memakai Undang – Undang Dasar Republik Indonesia
Serikat, guna melancarkan jalan bagi pengakuan kedaulatan oleh Belanda.
penyelenggara negara, bukannya kembali kepada Undang – Undang Dasar 1945,
malahan membuat Undang – Undang Dasar baru yang dinamakan Undang – Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia.
Penyelenggara
negara, berdasarkan Undang – Undang Dasar Sementara ini, menyelenggarakan
pemilihan umum, dengan tujuan untuk membuat Undang – Undang Dasar, yang
berdasarkan kedaulatan rakyat.
Disinilah
bermunculan partai – partai politik sebagai peserta pemilihan umum.
Setelah
pemilihan umum selesai, dibentuklah Konstituante yang berkewajiban membuat
Undang – Undang Dasar baru.
Konstituante
gagal membuat Undang – Undang Dasar baru, karena tidak ada persesuaian antara
partai – partai politik pemenang pemilihan umum, yang duduk sebagai anggota
Konstituante.
Pada
tanggal, 5 Juli 1959, Presiden Soekarno, dengan Dekrit Presiden, membubarkan
konstituante dan menetapkan Undang – Undang Dasar 1945, kembali berlaku bagi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Dari
tahun 1945 sampai tahun 1959, penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara,
dilaksanakan dengan Undang – Undang Dasar yang berubah – ubah, yang memicu
terjadinya penyimpangan terhadap cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia,
penyimpangan dari maksud dan tujuan yang dinyatakan didalam Pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945.
Akibat
dari penyimpangan ini, salah satunya adalah tumbuh dan berkembangnya sistim neo
feodalisme, dalam kehidupan bangsa.
Para
penyelenggara negara menjadi kaum elit, kaum “ningrat” dan rakyat harus
mengabdi, patuh dan tunduk kepada penyelenggara negara.
Sesudah
kembali kepada Undang – Undang Dasar 1945, seharusnya, penyelenggaraan
kehidupan bangsa dan negara, kembali disesuaikan dengan ketentuan Undang –
Undang Dasar 1945.
Partai
politik yang tidak dikenal oleh Undang – Undang Dasar 1945, (sebelum
diamandemen), seharusnya segera dipisahkan dari kegiatan penyelenggaraan
negara, dan kalau bersedia, bisa menjadi organisasi kemasyarakatan, yang
berguna untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Akan
tetapi penyelenggara negara yang sudah dipengaruhi oleh sistim neo –
feodalisme, membiarkan partai - partai politik ikut campur dalam
penyelenggaraan negara, bahkan partai politik diperalat oleh penyelenggara
negara, untuk membentuk atau menggalang kekuasaan.
Akhirnya
partai politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggara negara.
Penyelenggara
negara memerlukan kekuasaan, dan partai menjadi tiang atau pilar – pilar untuk
menegakkan dan memelihara kekuasaan.
Hilanglah kedaulatan rakyat dan
timbulah kekuasaan dengan dukungan partai politik atas Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Undang
– Undang Dasar 1945, Panca Sila sebagai dasar negara, demokrasi, hanyalah bumbu
pemanis dikala perlu.
Penyelenggara
negara lupa kepada Undang – Undang Dasar 1945, lupa kepada Panca Sila, lupa
kepada kedaulatan rakyat, dan lupa kepada demokrasi, tetapi tidak pernah lupa
kepada kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.
Aksi
mahasiswa dan komponen bangsa ditahun 1965 / 1966, yang meruntuhkan kekuasaan
Presiden Soekarno dan kejadian yang sama terulang lagi pada tahun 1998, yang meruntuhkan
kekuasan presiden Suharto yang sudah dibangun selama tiga puluh tahun lebih,
adalah pertanda bahwa kedaulatan rakyat harus dihormati dan demokrasi harus
ditegakkan.
Tahun
1998 kekuasaan runtuh, timbul gerakan REFORMASI.
Kembali
terdengar teriakan : DEMOKRASI ! ! !.menggema
keseluruh penjuru tanah air, mengiringi teriakan REFORMASI.
Sehingga
kata REFORMASI dan DEMOKRASI menjadi kata majemuk, yang selalu berdampingan.
Akan
tetapi demokrasi, tetap demokrasi tanpa bentuk, sehingga berdemontrasi atau
unjuk rasa untuk menyampaikan sesuatu keinginanpun, yang diiringi dengan
kekerasan dan pengrusakan dikatakan proses pembelajaran demokrasi,
Kalau
betul demontrasi atau unjuk rasa adalah proses belajar berdemokrasi, mengapa
demonstrasi sudah berlangsung hampir setiap hari selama bertahun – tahun,
bangsa Indonesia tetap belum mengerti juga apa yang dimaksud dengan demokrasi.
Apakah
demikian susahnya mempelajari dan memahami demokrasi ?
Jawabannya
pasti tidak, hanya yang harus mengajarkan atau menjelaskan apa dan bagaimana
demokrasi, tidak peduli kepada demokrasi, karena mereka lebih peduli untuk menumpuk kekayaan, dan memupuk
kekuasaan.
Menyatakan
pendapat, unjuk rasa, memang bagian dari demokrasi, akan tetapi sebagaimana
yang digambarkan oleh kejadian, peristiwa dialam semesta, semuanya mempunyai aturan dan bentuk yang tertentu.
Ibarat
baju harus cocok ukuran, bagus modelnya, cocok warnanya, sesuai waktu memakai
dengan keperluannya. Tidak bisa pakaian renang dipakai untuk bekerja, atau
pakaian pesta dipakai untuk berdarmawisata, atau pakaian penari hula – hula
dari Hawai, dipakai untuk menari Seudati dari Aceh.
Demikian
juga halnya dengan Demokrasi Panca Sila, harus mempunyai bentuk dan aturan yang
jelas dan pasti, sehingga pelaksanaannya atau penggunaannya tepat dan benar.
Sambil
menunggu ketetapan dari penyelenggara negara atas Demokrasi Panca Sila, mudah –
mudahan uraian singkat dan sederhana diatas, bisa membantu rakyat Indonesia,
untuk memahami Demokrasi Panca Sila, sehingga dalam menghadapi kenyataan
kehidupan bangsa dan negara, bisa menetukan sikap, setidaknya tidak salah lagi
memakai hak kedaulatannya dalam “Pesta Demokrasi” pada tahun 2014 yang akan
datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar