Senin, 05 November 2012



SEBUAH PEMIKIRAN TENTANG
AMANDEMEN UNDANG – UNDANG DASAR 1945.

MUKADDIMAH.


Setelah melalui perjuangan panjang yang memakan korban yang tidak sedikit, akhirnya bangsa Indonesia, sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia pada tanggal, 17 Agustus 1945, menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang – undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia,yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan, serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(Ini adalah kutipan dari Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, dengan sedikit penyesuaian, agar selaras dengan maksud dan tujuan tulisan ini)

Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, menjelaskan :

1.      Arti kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

2.      Bahwa kemerdekaan adalah atas rahmat Allah, Yang Maha Kuasa, didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas.

3.      Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan Undang – Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusinya, yang bertujuan untuk melindungi segenap/seluruh bangsa Indonesia, tumpah darah/wilayah kedaulatan Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

4.      Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Panca Sila yaitu :

4.1  Ketuhanan Yang Maha Esa.
4.2  Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4.3  Persatuan Indonesia.
4.4  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan.
4.5  Keadilan sosial.

5.      Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat, Artinya, Rakyat Indonesia adalah yang memiliki, berdaulat/berkuasa atas negaranya, oleh sebab itu, sebagai pemilik, rakyat menentukan tatacara penyelenggaraan negara, menentukan arah pembangunan bangsa dan negara, mengawasi jalannya penyelenggaraan negara.
Kedaulatan Rakyat dilaksakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

6.      Rakyat memberikan kewenangan kepada penyelenggara negara, (lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif), guna bekerja bersama – sama, untuk mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia, sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawab masing – masing, dan bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat.

UNDANG – UNDANG DASAR 1945, yang terdiri dari, Pembukaan, 37 pasal, empat pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan, memuat dan menjelaskan tatacara pengelolaan bangsa dan negara, lengkap dengan lembaga – lembaga negara yang dibutuhkan, untuk mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Rakyat Indonesia adalah rakyat yang beragama yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dinyatakan dengan pengakuan bahwa, kemerdekaan Indonesia, diperoleh atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.

Kepercayaan rakyat atas Tuhan Yang Maha Esa, menyatu didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian menjadi salah satu dasar negara, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. (sila pertama Panca Sila).

Dengan demikian maka rakyat Indonesia yang baik, adalah rakyat Indonesia yang taat melaksanakan tuntunan dan ajaran agamanya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Penyelenggara negara yang baik, adalah pengelolaan dengan berdasarkan tuntunan dan ajaran agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi bukan berdasarkan ajaran atau tuntunan agama tertentu.

Penghormatan yang setinggi – tingginya dan serta rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada para pejuang dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dalam waktu singkat, sudah berhasil meletakkan dasar dan tujuan yang baik dan tepat dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang – Undang Dasar 1945.

Undang – Undang Dasar 1945 dibuat bukan hanya sekedar untuk memenuhi syarat ketika mendirikan negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi dibuat sebagai dasar bagi penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.  

Undang – Undang Dasar 1945, dibuat dalam waktu yang sangat singkat, dan tentunya mempunyai kekurangan disana sini.
Menyadari akan kekurangan dalam pasal - pasal Undang – Undang Dasar 1945, maka untuk penyempurnaannya diatur dalam BAB XVI Pasal 37.tentang, Perubahan Undang – Undang Dasar, dilengkapi dengan  empat pasal ATURAN PERALIHAN yang menggambarkan keadaan atau situasi pada waktu Negara Kesatuan Republik Indonesia, baru berdiri, serta dua pasal ATURAN TAMBAHAN yang  mewajiban penyelenggara negara, membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, guna menetapkan Undang – Undang Dasar.

ATURAN TAMBAHAN, menggambarkan betapa para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejak awal sangat menjunjung kedulatan rakyat.
Walaupun Undang – Undang Dasar 1945 sudah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, para pendiri negara, tetap mewajibkan penyelenggara negara untuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, untuk menetapkan Undang – Undang Dasar, karena Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bukan perwujudan dari kedaulatan rakyat.

Menyempurnakan Undang – Undang Dasar 1945, berarti                                                           untuk memperkuat, memperjelas, melengkapi isi dari pasal – pasal Undang – Undang Dasar 1945, tanpa merubah sedikitpun Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.
Apabila Undang – Undang Dasar diganti atau dirubah, maka nama Undang – Undang Dasar, harus memakai nama lain.

Menyempurnakan, merubah atau mengganti Undang – Undang Dasar, tentunya harus dengan dasar atau alasan yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan, kepada rakyat Indonesia, sebagai yang memegang kedaulatan atas negara Indonesia.

Untuk menyempurnakan Undang – Undang Dasar 1945, setidaknya memerlukan beberapa persyaratan, antara lain :

1.      Penyempurnaan harus dilaksanakan oleh lembaga pelaksana kedaulatan rakyat, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2.      Harus mengerti dan memahami bahwa menyempurnakan adalah membuat menjadi lebih baik, bukan merubah, menjadi berbeda dari bentuk semula.

3.      Mengerti dan memahami jiwanya, atau hakekatnya, atau pengertian yang terkandung didalam Pembukaan dan pasal demi pasal Undang – Undang Dasar 1945, sehingga penyempurnaannya tidak keluar atau tidak menyalahi maksud dan tujuan atau hakekat dari Undang – Undang Dasar 1945.

4.      Mengerti dan memahami proses berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang – Undang Dasar 1945, seperti yang dinyatakan dalam ATURAN PERALIHAN dan  ATURAN TAMBAHAN Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen.

5.      Memahami dengan baik perbedaan antara Undang – Undang Dasar dengan undang – undang dibawahnya.

6.      Undang – Undang Dasar 1945 sudah dipergunakan dengan baik dan bertanggung jawab dalam waktu yang panjang, sehingga sudah teruji dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan demikian diketahui betul segala kekurangannya.

7.      Harus mengetahui, memahami dan menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

8.      Penyempurnaan harus dilakukan dengan cara yang bijaksana melalui musyawarah untuk mufakat, berdasarkan PANCA SILA.

Fakta sejarah membuktikan bahwa  :

1.      Undang – Undang Dasar 1945 adalah yang paling cocok untuk bangsa Indonesia, karena sejak diberlakukannya pada tanggal, 18 Agustus 1945, Undang – Undang Dasar 1945 beberapa kali telah dicoba mengganti, akan tetapi tidak berhasil, atau tidak bisa diterima oleh rakyat Indonesia.

2.      Undang – Undang Dasar 1945, belum pernah dilaksanakan dengan baik, benar dan bertanggung jawab.

Walaupun demikian, perubahan atau pengantian Undang – Undang Dasar pernah terjadi dua kali yaitu :

1.      Bulan Desember 1949, dalam rangka mendapatkan pengakuan Belanda atas kemerdekaannya, Indonesia terpaksa harus menerima Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), yang berlaku disebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Undang – Undang Dasar 1945 masih berlaku disebagian pulau Jawa dan Sumatra, dengan Ibukota Yogyakarta.

2.      Pada tanggal, 17 Agustus 1950, Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi dengan Undang – Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (1950).

Konstituante yang ditugaskan untuk membuat Undang – Undang Dasar yang baru. gagal melaksanakan tugasnya.
Maka pada tanggal. 5 Juli 1959, dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, kembali kepada Undang – Undang Dasar 1945.

(Dikutip dari BAHAN PENATARAN, terbitan BP – 7 Pusat, tahun 1997).

Sepanjang usia Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang – Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan dengan baik, benar dan bertanggung jawab, sehingga Undang – Undang Dasar 1945 belum teruji dalam penyelenggaraan negara.
Walaupun demikian dengan mempelajari pasal – pasal dalam Undang – Undang Dasar 1945, sudah dapat dilihat beberapa kekurangan dari Undang – Undang Dasar 1945, yang harus segera disempurnakan.

Mungkin karena bangsa Indonesia sudah sangat terbiasa diperintah dibawah kekusaan penjajah, maka walaupun sudah merdeka, penyelenggara negara masih berada dalam pengaruh alam penjajah, sehingga penyelenggara negara bukannya mengelola bangsa dan negara untuk mencapai tujuan kemerdekaannya, malahan berusaha untuk menguasai bangsa dan negara demi kepentingan pribadi atau golongan

Rakyat tidak bisa menerima penumpukan kekusaan, sehingga pada tahun 1998, timbulah gelombang protes yang dikenal dengan gerakan Reformasi, yang menghendaki perubahan dalam pengelolaan kehidupan bangsa dan negara.

Gerakan Reformasi ini kemudian juga “mereformasi” Undang – Undang Dasar 1945 sampai empat kali yaitu :

1.      Amandemen pertama ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999.
2.      Amandemen kedua ditetapkan pada tanggal, 18 Agustus 2000.
3.      Amandemen ketiga ditetapkan pada tanggal,  9 November 2001.
4.      Amandemen keempat ditetapkan pada tanggal, 10 Agustus 2002.

Sejak Undang – Undang Dasar 1945  dirubah atau diamandemen, tidak ada yang memberikan komentar atas isi amandemen Undang – Undang Dasar 1945 tersebut, mungkin karena Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat waktu itu  adalah Prof. Dr.H.M. Amien Rais, yang waktu itu disebut sebagai Bapak Reformasi.
Akan tetapi setelah berjalan 13 tahun, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan bertambah baik, malahan makin jauh dari harapan rakyat Indonesia, untuk dapat menikmati tujuan kemerdekaannya.

Kalau kita mencoba untuk menelusuri sejarah, sejak perjuangan mencapai kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, sampai sekarang sudah 67 tahun waktu berlalu, sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia, tidak pernah terwujud, yang ada hanya fatamorgana, yang mengecoh pandangan dan pemikiran sehat rakyat Indonesia.

Segala sesuatu yang terjadi dialam semesta ini, selalu mempunyai penyebab.

Oleh karenanya dicoba menelusuri penyebab dari kegagalan bangsa Indonesia, mencapai tujuan kemerdekaannya.

Penelusuran terhadap Undang – Undang Dasar 1945 sebagai dasar bagi penyelenggaraan negara. memberi kesimpulan bahwa :

1.      Undang – Undang Dasar 1945, cocok dan baik untuk bangsa Indonesia.
2.      Penyelenggaran negara, tidak dilaksanakan menurut dengan Undang – Undang Dasar 1945, secara baik, benar dan bertanggung jawab.
3.      Gerakan Reformasi (1998), menilai bahwa Undang – Undang Dasar 1945 memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh sebab itu harus dimandemen.
4.      Ternyata amandemen Undang – Undang Dasar 1945, menyimpang dari maksud dan tujuan Undang – Undang Dasar 1945.
5.      Penyimpangan ini sangat fatal, yang bisa membawa Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada kehancuran.

Banyak sekali penyimpangan atau kekeliruan yang terdapat dalam amandemen Undang – Undang Dasar 1945.
Sejak mulai amandemen pertama sampai amandemen keempat sarat dengan penyimpangan terhadap maksud dan tujuan Undang – Undang dasar 1945, seperti yang dituangkan didalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.

Keadaan ini apabila dibiarkan berlarut – larut, akan membawa Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada kehancuran.

Oleh sebab itu harus ada tindakan dari negara untuk mengatasi hal yang sangat berbahaya ini, misalnya Presiden sebagai pimpinan lembaga eksekutif, membentuk team yang bebas (independen) untuk mempelajari, meneliti, dan membuat usulan penyempurnaan Undang – Undang Dasar 1945, untuk disampaikan kepada seluruh rakyat Indnesia.
Sehingga segala sesuatu kembali kepada fungsinya masing – masing, kehidupan berbangsa dan bernegara bisa berlangsung, sesuai dengan yang dikehendaki dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.

Semua yang diungkapkan dalam tulisan ini hanyalah suatu alur pemikiran tentang Undang – Undang dasar 1945 dan amandemennya, berdasarkan kepentingan bangsa dan negara.

Pasti banyak alur pemikiran atau pendapat lain yang berbeda, mudah – mudahan semua pemikiran dan pendapat yang berbeda, menyatu untuk mencapai kesempurnaan pemikiran bangsa dalam memahami Undang – Undang Dasar 1945, guna pembangunan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Dibawah ini akan diuraikan pemikiran penulis, tentang maksud dan tujuan pasal - pasal Undang – Undang Dasar 1945, sebelum diamndemen, dibandingkan dengan sesudah diamandemen.


PENYIMPANGAN YANG TERDAPAT PADA AMANDEMEN
UNDANG – UNDANG DASAR 1945.


BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1
    
            Sebelum diamandemen :
         
(1)   Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Rapublik.

(2)   Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

             Pengertiannya adalah :

Negara Indonesia, adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, maka dengan demikian maka Negara Indonesia selengkapnya disebut : Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Kesatuan maksudnya bukanlah negara serikat, atau negara federasi seperti Amerika Serikat (USA), tetapi Negara Republik Indonesia yang terdiri dari banyak pulau, banyak suku bangsa, banyak adat istiadat, yang bersatu didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedaulatannya berada ditangan rakyat, artinya rakyat sebagai pemilik negara, atau negara didirikan guna kepentingan rakyat, oleh karenanya rakyat harus ikut aktif didalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wadah bagi perwujudan / pelaksana dari kedaulatan rakyat tersebut, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang  disebut sebagai lembaga tinggi dan tertinggi negara,

             Sesudah diamandemen :

(1)    Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
(2)    Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar.

(3)    Negara Indonesia adalah negara hukum.

             Penyimpangannya terdapat pada :

1.    Ayat (2), menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar, akan tetapi tidak ditetapkan lembaga pelaksananya. Padahal untuk melaksanakan sesuatu, disamping ada cara untuk melaksanakannya, harus ada pula wadah / lembaga untuk pelaksanaannya, seperti yang ditetapkan dalam pasal dan ayat yang sama, sebelum  diamandemen.

Amandemen pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945, mengapuskan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana sepenuhnya dari kedaulatan rakyat. dan  ditetapkan pada tanggal, 9 November 2001, oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat

          Dengan demikian maka terhitung sejak tanggal, 9 November 2001,

a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi menjadi pelaksana dari kedaulatan rakyat, oleh karenanya semua keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat terhitung sejak tanggal, 9 November 2001, tidak sah, tidak bisa diberlakukan, karena tidak berdasarkan pelaksanaan dari kedaulatan rakyat.

b.      Selama Majelis Permusyawaratan Rakyat bukan pelaksana sepenuhnya dari kedaulatan rakyat, maka wakil – wakil rakyat tidak lagi menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

c.       Majelis Permusyawaratan Rakyat, menjadi lembaga yang kosong, tanpa isi dan tanpa wewenang sebagaimana seharusnya.

Tindakan menyingkirkan kedaulatan rakyat dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, oleh wakil – wakil rakyat, bisa dikategorikan sebagai tindakan pengkhianatan wakil – wakil rakyat terhadap rakyat yang diwakilinya.

2.      Ayat (3), Negara Indonesia adalah Negara hukum.

Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan berdasarkan Konstitusi, Undang – Undang Dasar 1945, dan dengan demikian maka sudah jelas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah negara hukum, tidak perlu diperjelas lagi didalam Undang – Undang Dasar. 1945.
Ayat (3) sama halnya menjelaskan yang sudah jelas, artinya ayat ini mubazir, tidak diperlukan.

Apabila ingin disempurnakan,  sebaiknya pasal 1  ini berbunyi sebagai berikut :

(1)  Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, dan untuk seterusnya disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(2)   Dasar negara ini dinamakan atau disebut sebagai lima dasar atau PANCA SILA.

(3)  Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
           

      BAB II

     MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

       Pasal 2

Sebebelum diamandemen

(1)   Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan – golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang – undang.

(2)   Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun diibu-kota negara.

(3)   Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak.
Pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum ada wakil – wakil rakyat untuk mengisi lembaga – lembaga negara.
Jadi sangat masuk diakal apabila anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat diambil dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Akan tetapi sesudah negara mampu melaksanakan pemilihan umum untuk memilih wakil – wakil rakyat untuk duduk di lembaga – lembaga perwakilan, kita harus berfikir bahwa sebagai lembaga tinggi dan tertinggi negara, maka :

1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat, yang melaksanakan seutuhnya kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.      Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah wakil – wakil rakyat yang diusulkan dan dipilih langsung oleh rakyat.

3.      Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, akan tetapi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat diusulkan dan dipilih oleh rakyat, melalui pemilihan umum.

4.      Dengan demikian, maka wakil – wakil rakyat, sebagian diusulkan dan dipilih untuk bertugas di Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan sebagian lagi untuk bertugas di Dewan Perwakilan Rakyat.

5.      Ketentuan tentang persyaratan serta jumlah wakil – wakil rakyat yang duduk didalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat, diatur dengan undang – undang.

6.      Menurut sila keempat PANCA SILA, pengambilan keputusan didalam lembaga perwakilan, harus melalui cara yang bijaksana dalam musyawarah untuk mufakat, oleh sebab itu jumlah anggota tidak menentukan dalam mengambil keputusan, karena pengambilan keputusan tidak berdasarkan jumlah suara terbanyak.

Oleh sebab itu, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, demikian juga halnya dengan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

7.      Keputusan melalui suara terbanyak, hanya dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan kebijaksanaan dalam bermusyawarah.

Musyawarah untuk menentukan calon – calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden. keputusannya adalah atas kesepakatan bersama, menenentukan dua atau tiga pasang calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yang hampir sama baik dan patutnya.

Calon - calon Presiden dan Wakil Presiden yang sudah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, dipilih dengan pemungutan suara, dan diputuskan berdasarkan perolehan suara terbanyak. sehingga pasangan yang manapun terpilih, tidak akan menimbulkan masalah, artinya pasti akan diterima dengan baik oleh seluruh rakyat Indonesia.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, atau dipilih langsung oleh rakyat, tidak menyimpang dari jiwanya Undang – Undang Dasar 1945.

8.     Ada perbedaan tugas dan tanggung jawab, antara Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pelaksana kedaulatan rakyat yang mempunyai fungsi perencanaan, pembuat ketetapan, pemberian wewenang serta pengawasan atas penyelenggara negara.
Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang mempunyai fungsi mensahan  (legislator) rancangan undang – undang.
Dengan demikian maka persyaratan bagi wakil rakyat yang akan duduk didalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, berbeda dengan wakil rakyat untuk Dewan Perwakilan Rakyat, masing – masing dengan persyataran tersendiri.

9.      Sebagai manusia, wakil – wakil rakyat tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu guna memperkecil kekeliruan dan kesalahan dalam perencanaan dan pengawasan terhadap jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara, maka keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diperlukan, bisa ditambah dengan utusan daerah dan golongan.

Ibarat kata pepatah : Duduk sendiri bersempit - sempit, duduk bersama berlapang - lapang

Utusan daerah dan golongan (organisasi kemasyarakatan) adalah utusan dari daerah atau golongan yang ditugaskan oleh daerah atau golongan yang berkepentingan guna menyampaikan pendapat atau masukan sesuatu yang luput dari perhatian wakil - wakil rakyat, tetapi bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.
Keikut sertaan utusan daerah dan golongan adalah untuk melengkapi yang kurang dan mengumpulkan yang tercecer.

Utusan daerah atau golongan sifatnya insidentil, tergantung situasi dan kondisi didaerah yang berkepentingan dan wakilnya adalah orang yang menguasai materi yang akan disampaikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Oleh karenanya utusan daerah dan golongan, bukanlah anggota tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi bersifat sewaktu – waktu diperlukan.

Amandemen pasal 2 ayat (1) :

            Majelis Permusyawaratan Rakyat  terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih  melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang – undang.
                     
Penyimpangan :

(1)   Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa utusan daerah dan golongan adalah sebagai tambahan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diperlukan. Jadi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tanggal, 9 November 2001, yang merubah pasal 2, dengan merubah utusan daerah menjadi Dewan Perwakilan Daerah adalah tindakan yang salah.

(2)   Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, anggotanya adalah wakil – wakil rakyat, bukan wakil daerah, karena daerah bukan rakyat Indonesia, jadi tidak mempunyai kedaulatan atas negara.
Daerah adalah tempat bermukimnya rakyat Indonesia.

Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang membuat Dewan Perwakilan Daerah sebagai wadah wakil – wakil daerah, dan menjadikannya  sebagai lembaga negara, kemudian mempunyai hak sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang berarti Daerah berdaulat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah tindakan yang sangat keliru dan mengada – ada, tindakan yang menghamburkan keuangan negara untuk hal – hal yang tidak diperlukan, yang merugikan rakyat.

Ketetapan didalam pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, adalah sangat tepat, dimana utusan daerah dan golongan bisa ditambahkan apabila diperlukan.

Kalaupun harus diamandemen, sebaiknyanya amandemen pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945, adalah untuk memperjelas keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat

(1)   Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah wakil – wakil rakyat yang diusulkan dan dipilih oleh rakyat.

(2)   Jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, berdasarkan kebutuhan, yang diatur dengan undang – undang.

(3)   Utusan daerah dan golongan, bukanlah anggota tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat, keberadaannya didalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah untuk menyampaikan hal khusus dari daerah atau golongan, yang bermanfaat bagi kemajuan pembangunan bangsa dan negara.


      Pasal 3
         Sebelum diamandemen :

Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan undang – undang dasar dan dari     pada garis – garis besar haluan negara.

         Maksudnya adalah :

1.     Majelis permusyawatan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat disamping menetapkan undang – undang dasar, juga yang membuat dan menetapkan, rencana induk dari pembangunan bangsa dan negara ( Garis – Garis Besar Haluan Negara), guna memastikan tujuan pembangunan bangsa dan negara, yaitu mencapai cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

2.      Semua rencana pembangunan bangsa dan negara yang akan dilaksanakan oleh negara, harus berdasarkan rencana induk atau Garis – Garis Besar Haluan Negara yang sudah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sesudah diamandemen berbunyi :

(1)   Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang – Undang Dasar.

(2)   Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(3)   Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang – Undang Dasar.

Kekurangan dan kekeliruan :

1.      Menghapuskan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat dan menetapkan Garis – Garis Besart Haluan Negara, adalah ketetapan yang salah, karena dengan demikian, negara tidak lagi memliki petunjuk arah yang pasti bagi pelaksanaan pembangunan bangsa dan negara.

2.      Sebagai pelaksana dari Kedaulatan Rakyat, maka kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat seharusnya mencerminkan dengan seutuhnya pelaksanaan kedaulatan rakyat didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan malahan dikurangi.

Ibarat kapal yang berlayar tanpa petunjuk arah yang pasti dan jelas, kapal akan berlayar mengikuti arah yang ditentukan oleh jurumudinya, bukan berlayar untuk mencapai tujuan penumpangnya.
Apabila merujuk kepada BAB II Undang – Undang Dasar 1945, sebelum diamandemen, maka amandemen seharusnya disamping berwenang membuat dan menetapkan Garis – Garis Besar Haluan Negara, masih diperlukan pasal tambahan tentang kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, antara lain :

1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat, memilih dan menetapkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, maksimal tiga pasang dan minimal dua pasang calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

2.      Majelis Permusyawaratan Rakyat memilih/melantik Presidfen dan Wakil Presiden.

3.      Majelis Permusyawaratan Rakyat mengawasi lembaga – lembaga tinggi negara.

4.    Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, memilih dan melantik Ketua Mahkamah Agung.

5.      Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pimpinan kolektif, yang terdiri dari beberapa orang ketua yang berkedudukan sama, jumlah dan pembagian tugasnya ditetapkan dengan undang – undang.

6.      Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah wakil – wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum dengan jumlah  sesuai kebutuhan.

7.      Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat, harus berdasarkan musyawarah untuk mufakat, bukan berdasarkan jumlah suara terbanyak.


     BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA

      Pasal 4

(1)   Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang – Undang Dasar.

(2)   Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

Maksudnya adalah :

Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat / melalui wakil – wakilnya, bukanlah pemegang kekuasaan, akan tetapi yang mendapat kewenangan dari rakyat guna mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan berpegang teguh kepada Undang – Undang Dasar dan undang – undang dibawahnya, untuk membawa bangsa dan negara mencapai tujuan kemerdekaannya, sebagaimana yang telah ditetapkan didalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.

Kekurangan pada pasal 4 ayat (1) ini, adalah kata – kata . . . “memegang kekuasaan pemerintahan”. . . yang diartikan oleh penyelenggara negara sebagai yang berkuasa untuk memerintah, sehingga melupakan tujuan kemerdekaan, berganti dengan keinginan pencapaian ambisi – ambisi pribadi maupun kelompok / golongan..

Sebaiknya pasal 4 ayat (1) disempurnakan menjadi : Presiden Republik Indonesia diberi kewenangan oleh rakyat Indonesia untuk mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan kemerdekaan Bangsa Indonesia, dengan berpegang teguh kepada Undang – Undang Dasar 1945, dan bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 4, tidak diamandemen

Pasal 5
Sebelum diamandemen :

(1)   Presiden memegang kekuasaan membentuk undang – undang dengan persetujuan     Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)  Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang – undang sebagaimana mestinya.

Maksudnya adalah :

Presiden dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia, membutuhkan undang – undang, yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Untuk menjalankan undang – undang, Presiden membuat peraturan pemerintah.
 
Sesudah diamandemen :

(1)   Presiden berhak mengajukan rancangan undang – undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)   Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang – undang sebagaimana mestinya.

Mengajukan rancangan undang – undang, tidak bisa dikatakan hak Presiden, akan tetapi merupakan kebutuhan dari Presiden.

Dengan demikian maka pasal 5 ayat (1) sebaiknya berbunyi :

Untuk melaksanaan pembangunan bangsa dan negara menuju tercapainya cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia, Presiden harus membuat rancangan undang – undang yang dibutuhkan  untuk diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, guna dijadikan undang – undang.
    Pasal 6
Sebelum diamandemen :

(1)   Presiden ialah orang Indonesia asli.

(2)   Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.

Ayat (1) menegaskan bahwa Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia, haruslah bangsa Indonesia asli.

Tujuan menentukan orang Indonesia asli adalah agar supaya Presiden dan Wakil Presiden adalah orang yang mengerti dan menghayati kebudayaan, adat istiadat, bangsa Indonesia yang beragam.
Sehingga dalam kepemimpinannya, bisa bersikap bijaksana, luwes, bisa menyesuaikan diri dengan seluruh komponen bangsa.

Sesuai peribahasa : Dikandang kambing mengembik, dikandang kerbau menguak.

Artinya seorang Presiden dan Wakil Presiden tidak dianggap, dirasakan asing atau berbeda  oleh rakyatnya.
        
Harus ada ketetapan yang pasti tentang persyaratan untuk menyatakan bahwa seseorang itu adalah bangsa Indonesia asli.

Keaslian ini sangat berkaitan dengan faktor keturunan, maka apabila disepakati, seseorang dikatakan sebagai bangsa Indonesia asli, adalah apabila berasal dari garis keturunan suku bangsa asli Indonesia.

Sesudah diamandemen :

Calon Presiden dan calon Wakil Presiden haruslah seorang warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendak sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Komentar :

Dengan dihapuskannya syarat orang Indonesia asli bagi Presiden dan Wakil Prsiden, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia, bisa berasal dari keturunan bangsa mana saja yang ada didunia ini, asal dia sejak lahirnya sudah menjadi warganegara Indonesia.
Dengan berdasarkan pasal ini, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia,  bisa memiliki Presiden dan / atau Wakil Presiden,yang orang tuanya berasal bukan dari bangsa Indonesia asli.

Selain persyaratan tentang keturunan, calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus juga memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1.      Karena negara berdasarkan Panca – Sila, maka harus taat melaksanakan / menjalani kehidupannya berdasarkan tuntunan agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang dianutnya

2.      Tidak pernah menjadi warganegara lain, selain warganegara Indonesia.

3.      Tidak pernah melakukan tindakan yang merugikan negara.

4.      Tidak pernah menghianati negara.

5.      Bermoral dan bermentalitas baik, jujur dan adil.

6.      Mempunyai kemampuan untuk memikul tanggung jawab, membangun bangsa dan negara guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.


     Pasal 6 A
Hasil amandemen :

(1)   Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2)   Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

         Komentar :

(1)   Perubahan tata cara pemilihan presiden yang semula dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi dipilih langsung oleh rakyat, tidak melanggar / menyalahi Undang – Undang Dasar 1945, karena rakyat adalah pemilik kedaulatan atas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2)   Ketetapan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. sama sekali tidak bisa diterima, karena melanggar hak kedaulatan rakyat.

Rakyat hanya mempunyai hak memilih, tapi tidak mempunyai hak menentukan calon yang akan dipilih.

Hak kedaulatan rakyat adalah hak menentukan calon wakil – wakilnya, dan hak memilih wakil – wakilnya.

Apabila rakyat harus memilih wakil – wakilnya berdasarkan calon yang diusulkan oleh partai politik, maka partai politik sudah mengambil alih kedaulatan rakyat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan lagi negara yang berkedaulatan rakyat, akan tetapi negara yang berkedaulatan partai politik.
Ini sama halnya dengan partai politik melakukan pengambil alihan kedaulatan atas Negara Kesatuan Republik Indonesia, dari tangan rakyat Indonesia.

Melihat kejadiannya dan keberadaannya ditengah masyarakat, partai politik termasuk ketegori organisasi kemasyarakatan, sebagai pencerminan dari pasal 28 Undang – Undang Dasar 1945 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.

Partai politik tidak boleh dan tidak berhak atas dasar apapun, mengambil seluruh atau sebagian dari hak kedaulatan rakyat.
Partai politik yang mempunyai kader – kader dan anggota, tidak bisa menyatakan bahwa partai yang bersangkutan juga memiliki hak kedaulatan rakyat.
Hak kader dan anggota partai politik, sama haknya dengan hak warga negara yang lain. Hak kedaulatan rakyat, adalah hak perorangan, bukan hak kelompok atau golongan.

Hak menentukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, adalah hak kedaulatan rakyat, bukan hak partai politik.
Sebagai sumbangan pemikiran untuk penyempurnaan pasal 6 Undang – Undang dasar 1945, alangkah baiknya penyempurnaannya, memakai pertimbangan sebagai berikut :

a.       Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, maka, setiap warganegara Republik Indonesia, berhak mengusulkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, untuk diteliti dan dipertimbangkan.

b.      Majelis Permusyawaratan Rakyat, mempelajari, mempertimbangkan dan menyeleksi calon - calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan, kemudian dengan musyawarah, memutuskan minimal dua pasang, maksimal tiga pasang calon Presiden dan Wakil Presiden untuk maju sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan dipilih langsung oleh rakyat

c.      Semua persyaratan bagi calon Presiden dan Wakil Presiden, serta tata cara pengusulannya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat diatur dengan undang – undang.


     Pasal 7A

Pasal 7A ini adalah pasal tambahan hasil dari amandemen, yang berbunyi :

Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan , tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Komentar :

Presiden dan Wakil Presiden adalah salah satu simbol tertinggi negara yang harus dijaga dan dihormati.
Presiden dan Wakil Presiden adalah gambaran atau refleksi dari bangsa dan Negara Indonesia.  

Oleh sebab itu maka sanksi bagi Presiden dan Wakil Presiden, adalah wujud rakyat dalam menghormati dan menjaga Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan demikian sanksi terhadap Presiden dan Wakil Presiden bisa disebutkan sebagai berikut :

Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi (termasuk sumpah/janji), melanggar norma – norma agama, norma – norma kesusilaan, dan terbukti secara rohani maupun jasmani, tidak lagi mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden.

Apabila Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran, dapat diadukan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, oleh siapa saja, asal dilengkapi dengan bukti – bukti yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan.

Apabila cukup bukti yang meyakinkan, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat kemudian meminta lembaga kehakiman untuk mengusut dan memberikan pertimbangan atas pengaduan tersebut, baru kemudian mengambil keputusan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden.

 Pasal 7B

(1)   Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2)   Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna, yang dihadiri oleh sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4)  Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil – adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5)  Apabila Mahkamah Konstitusi memutus bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memnuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan siding paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6)   Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7)   Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang – kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Komentar :

1.      Ayat (1) menyatakan bahwa yang bisa menuntut Presiden adalah/hanya Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai pelaksanaan dari fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketetapan ini tidak tepat karena :

1.1  Dewan Perwakilan Rakyat, walaupun anggotanya adalah wakil – wakil rakyat, akan tetapi tidak mempunyai mempunyai fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan adalah fungsinya Majelis Permusyawaratan Rakyat.

1.2  Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan kesalahan yang melanggar Undang – Undang Dasar, undang – undang, pelanggaran moral, atau pelanggaran lainnya, maka yang paling tepat mengajukan pengaduan adalah yang bersangkutan langsung terhadap pelanggran tersebut.

1.3  Siapapun berhak menuntut siapapun termasuk Presiden dan Wakil Presiden sekalipun, apabila memiliki bukti – bukti dan saksi - saksi yang cukup dan benar serta bisa dipertanggung jawabkan.

2.      Ketetapan bahwa keputusan untuk mengajukan tuntutan atas pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak bisa dengan berdasarkan jumlah suara terbanyak, akan tetapi harus berdasarkan bukti dan saksi yang cukup, benar dan dapat dipertanggung jawabkan

3.      Ayat (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut.
Disini dinyatakan bahwa usul Dewan Perwakilan Rakyat, mewajibkan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk bersidang. Ini mengisyaratkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat berkedudukan lebih tinggi dari Majelis Pernusyawaratan Rakyat, padahal, Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga tinggi dan tertinggi negara.

4.      Ayat (7), Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya diberi kesempatan memberikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan didalam sidang – sidang pengadilan Mahkamah Konstitusi.

5.      Setelah diputus oleh Mahkamah Konstitusi, baru Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan.
Perlakuan ini melanggar hak – hak warganegara, yang sama dihadapan hukum.

6.      Didalam pasal 7B, disebut sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, apakah yang dimaksud dengan sidang paripurna, dan apa bedanya dengan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Usulan :

Sebagaimana penjelasan untuk pasal 7A, bahwa Presiden dan Wakil Presiden adalah simbol tertinggi negara yang harus dijaga dan dihormati, dan pelanggarannya bisa saja pelanggaran terhadap konstitusi, moral, atau pelanggaran susila.
Cara yang paling bijaksana untuk mengadukan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden adalah oleh yang bersangkutan / berkepentingan langsung dengan bukti dan saksi yang cukup dan bisa dipertanggung jawabkan, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang nanti berwenang meneruskan hal tersebut kepada Mahkamah Agung, sebagi lembaga kehakiman tertinggi.

Khusus untuk mengadili Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol tertinggi negara, dilaksanakan dengan cara yang berbeda dari warganegara lainnya, tetapi kedudukannya dihadapan hukum sama dengan warga negara lainnya.

Apabila diperlukan, Mahkamah Agung bisa dan dapat melibatkan lembaga - lembaga kehakiman lain dibawahnya dan atau bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi.
   

Pasal 7 C

Presiden tidak bisa membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Komentar :

Pasal 7 C ini, tidak diperlukan karena Presiden dan Wakil Presiden bekerja dan bertindak menurut konstitusi.

Konstitusi tidak membuka kemungkinan bagi kedua lembaga ini saling menjatuhkan, bahkan konstitusi menghendaki kedua lembaga ini saling bekerja sama, dalam membangun bangsa dan negara.

Presiden diberi kewenangan oleh rakyat untuk mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang anggotanya terdiri dari wakil – wakil rakyat, yang diberi kewenangan oleh rakyat untuk bermusyawarah dengan Presiden membahas dengan bijaksana  rancangan undang – undang untuk dijadikan undang – undang.

Dengan demikian tidak mungkin Presiden sebagai yang diberi kewenangan oleh rakyat, membubarkan atau membekukan lembaga tinggi negara yang anggotanya adalah wakil – wakil rakyat.

Demikian juga sebaliknya, Dewan Perwakilan Rakyat walaupun anggotanya adalah wakil – wakil rakyat, tidak bisa memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, karena wewenangnya adalah mensahkan rancangan undang – undang menjadi undang – undang.

Majelis Permusyawaratan Rakyat juga tidak bisa memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden tanpa dasar hukum atau undang – undang yang berlaku.

Sebagai warganegara, haknya sama dihadapan hukum, maka baik Presiden dan atau Wakil Presiden, wakil rakyat, ataupun anggota lembaga yudikatif, siapa saja, apabila terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap undang – undang, tetap bisa diadili sesuai undang – undang dan peraturan yang berlaku.

Pengawasan dan penindakan atas lembaga tinggi negara hanya bisa dilakukan oleh lembaga tinggi dan tertinggi negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.


           Pasal 8
                   
               Sebelum diamandemen :

Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil Presiden sampai habis waktunya.

Sesudah diamandemen :

(1)     Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

(2)      Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat – lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

(3)     Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama – sama. Selambat – lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik yang pasangan Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Komentar :

1.    Dalam ayat (1) tidak perlu dinyatakan secara detail, karena yang pokok disini adalah Presiden berhalangan tetap, apapun alasannya.

2.     Ayat (2), sebaiknya melihat, mempertimbangkan waktu yang tersisa dari masa jabatan Presiden.

3.      Karena partai politik,  tidak memiliki hak kedaulatan rakyat, maka dalam ayat (3) hal – hal yang menyangkut partai politik harus dihilangkan.

Dengan demikian, pasal 8 sebaiknya berbunyi :

(1)  Jika Presiden mangkat atau berhalangan tetap, dan tidak bisa lagi melakukan kewajibannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden, sampai habis masa jabatannya.

(2)   Dalam hal ketiadaan Wakil Presiden, apabila diperlukan, Presiden mengajukan dua calon Wakil Presiden untuk dipilih dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai Wakil Presiden.

(3)  Jika Presiden dan Wakil Presiden secara bersama, berhalangan tetap untuk melakukan kewajibannya, maka berdasarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pelaksana tugas dan kewajiban  Presiden adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama – sama, sampai dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden yang baru. 

        Pasal 9
                 Sebelum diamandemen :
                    
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh – sungguh dihadapan Majelis Permusyawaearan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
                  Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Prsiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik – baiknya dan seadil –adilnya, memegang teguh Undang – Undang Dasar dan mejalankan segala undang – undang dan peraturannya dengan selurus – lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”
                 
                  Janji Presiden (Wakil Presiden) :
     
                  “Saya berjanji dengan sungguh – sungguh akan memenuhi kewajiban
Prsiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik – baiknya dan seadil –adilnya, memegang teguh Undang – Undang Dasar dan mejalankan segala undang – undang dan peraturannya dengan selurus – lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”
                
                  Komentar :

Pada waktu Undang – Undang dasr 1945 disahkan, pada tanggal 18 Agustus 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat belum ada, sehingga dalam pasal 9, disebutkan bahwa sebelum memangku jabatan Presiden dan Wakil Presiden mengucapkan janji didepan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.

Sekarang karena Majelis Permusyawaratan Rakyat sudah ada, maka Presiden dan Wakil Presiden yang dilantik berdasarkan keputusan dan oleh  Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka pengucapan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan didepan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pengambilan sumpah atau janji, karena bernuansa hukum, dilaksanakan oleh Ketua Mahkamah Agung atau yang mewakili, atas permintaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, disaksikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan demikian, pelanggaran atas sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden dapat dituntut secara hukum.


                Pasal 13     
                 Sebelum diamandemen :

(1)   Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)   Presiden menerima duta negara lain.

                 Sesudah diamandemen :
                    
(1)   Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)   Dalam hal mengangkat duta , Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)   Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Walaupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah wakil – wakil rakyat, akan tetapi lembaganya atau Dewan Perwakilan Rakyat, bukanlah lembaga yang berwenang memberikan pertimbangan.
Pertimbangan – pertimbangan yang dibutuhkan oleh Presiden dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, seharusnya diberikan oleh / dimintakan kepada Dewan Pertimbangan Agung,


                                                        Pasal 14
                 Sebelum diamandemen :

Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi .

Sesudah diamandemen :

(1)  Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

(2)  Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sama halnya dengan   pasal 13, Dewan Perwakilan Rakyat, bukanlah lembaga yang berwenang memberikan pertimbangan, oleh sebab itu karena pasal 14 terkait masalah hukum, maka pertimbangan diminta dari Mahkamah Agung dan Dewan Pertimbangan Agung.

Baru kemudian apabila pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi tersebut harus dengan undang – undang, maka diusulkan rancangan undang – undangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 


                                                        Pasal  15.
Sebelum diamandemen :

Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain – lain tanda kehormatan.

Sesudah diamandemen :

Presiden memberi gelar, tanda jasa,dan lain – lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang – undang.

Akan lebih baik apabila pasal ini ditambahkan dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pertimbangan Agung.


                                                                              BAB IV

                   DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

           Pasal  16
               Sebelum diamandemen :

(1)   Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang – undang.

(2)   Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah,

Dewan Pertmbangan Agung ini sangat penting untuk meberikan masukan kepada pengelola kehidupan berbangsa dan bernegara (termasuk didalamnya lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif).

                     Hal ini terlihat dalam ayat (2), . . . mengajukan usul kepada pemerintah.
Pemerintah adalah penyelenggara negara, dalam hal ini bukan hanya lembaga eksekutif saja, akan tetapi termasuk juga lembaga legislatif dan yudikatif

Dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk meminimalkan kesalahan dan kekeliruan yang akan merugikan perjuangan menuju tercapainya cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia, semua lembaga negara memerlukan pertimbangan dan nasihat dari pihak lain, maka oleh sebab itu Undang – Undang Dasar 1945 menetapkan Dewan Pertimbangan Agung sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang berkewajiban memberikan pertimbangan dan nasihat kepada lembaga tinggi negara lainnya.

Dewan Pertimbangan Agung mempunyai kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada pemerintah (penyelenggara negara), bukan hanya kepada Presiden saja sebagai pimpinan eksekutif, tetapi juga kepada lembaga – lembaga tinggi negara lainnya, seperti Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung.

Karena Dewan Pertimbangan Agung termasuk lembaga tinggi negara, maka kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya.

Dewan Pertimbangan Agung adalah lembaga tinggi Negara, kiranya dengan dasar atas keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bermartabat dan bijaksana, terhindar dari kesalahan, kekurangan dan kekeliruan, yang akan merugikan pembangunan bangsa dan negara, maka Dewan Pertimbangan Agung tidak bisa dihapuskan dan harus segera diadakan lagi.
                    

              Pasal 16
                     Sesudah diamandemen :

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam undang – undang.

Terjadi penyimpangan terhadap Undang – Undang Dasar 1945 :

1.      Pasal 16 Undang – Undang Dasar 1945, termasuk didalam BAB IV, kemudian karena isi BAB IV dihapuskan, maka isi pasal 16 juga ikut dihapuskan. Akan tetapi BAB IV dan pasal 16 tetap ada dalam keadaan tidak diisi.

Sehingga penghapusan ini menjadi lengkap sebagai bukti perjalanan sejarah bangsa.

2.      Dewan Pertimbangan Presiden, tidak bisa dimasukan kedalam pasal 16, dan juga tidak patut ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar, cukup ditetapkan dengan undang – undang.


                                                        BAB VI
                                       PEMERINTAHAN DAERAH

                                                      PASAL 18
Sebelum  diamandemen.

Pembagian daerah Indonesia, atas daerah besar dab kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistim pemerintahan negara, dan hak – hak asal – usul dalam daerah – daerah yang bersifat istimewa.

Pengertiannya adalah :

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari wilayah – wilayah/daerah – daerah, pulau – pulau, yang dihuni oleh bermacam suku bangsa dengan kekhususannya / keistimewaannya masing – masing, maka oleh sebab itu dalam membagi wilayah / daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bentuk wilayah / daerah besar dan kecil (Provinsi, Kabupaten / Kota) haruslah dengan mempertimbangkan kekhususan / keistimewaan tersebut, sehingga setiap kekhususan / keistimewaan tersebut berada dalam satu wilayah / daerah, tidak terpecah dalam dua daerah.

Pembagian wilayah / daerah, haruslah berdasarkan musyawarah sehingga keputusan tersebut memenuhi harapan semua fihak yang terkait dalam wilayah / daerah yang bersangkutan.

Sesudah diamandemen :

(1)   Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang – undang.

(2)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3)  Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4)   Gubernur, Bupati dan Wali Kota masing – masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.

(5)   Pemerintah daerah menjalankan seluas – luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

(6)  Pemerintah daerah berhak menentukan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)   Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang. 

                                                      Pasal 18 A

(1)  Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota. Diatur dengan undang – undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.

        
                                                  Pasal 18 B

(1)  Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang – undang.

(2)   Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur oleh undang – undang.

                     Komentar :

1.     Keputusan pembagian daerah, seharusnya dinyatakan, supaya dilaksanakan dengan musyawarah.

2.     Pengertian tentang otonomi terlalu luas, sehingga harus dijelaskan bentuk dan batasannya.demikian juga dengan tugas pembantuan, sehingga pengertiannya sama.

3.      Seharusnya otonomi daerah bukanlah berarti hak mutlak untuk menentukan arah gerak pembangunan daerah masing - masing, akan tetapi hak pengelolaan yang tetap terkait dalam koordinasi dengan daerah lain / daerah sekitar, dengan pengelola bangsa dan negara ditingkat pusat dan tingkat provinsi
Atau dengan kata lain semua perencanaan pembangunan harus merujuk kepada rencana induk pembangunan bangsa dan negara. (dulu Garis – Garis Besar Haluan Negara).
Istilah otonomi, bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang tepat, karena istilahnya negara kesatuan berarti satu untuk semua, semua untuk satu Indonesia.

4.      Dengan dihapusnya Garis – Garis Besar Haluan Negara dari Undang – Undang Dasar 1945, maka amandemen BAB VI tentang PEMERINTAHAN DAERAH, yang berhubungan erat dengan pelaksanaan pembangunan bangsa dan negara, menjadi tidak bisa dikoordinir, untuk menjadi kesatuan gerak maju pembangunan bangsa dan negara.

5.      Keleluasaan pengelola daerah provinsi, kabupaten / kota, dalam mengelola daerahnya, harus berupa kebebasan yang terikat dalam koordinasi keatas mulai dari tingkat provinsi, tingkat pusat yang merujuk kepada Garis - Garis Besar Haluan Negara.

6.      Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, dilakukan secara demokratis.
Pengertian dan pemahaman tentang demokrasi / demokratis, sampai sekarang didalam masyarakat tidak sama.
Mengapa harus mencantumkan kata demokratis yang bisa mengundang banyak pengertian, bukankah sebaiknya dipakai kata “dipilih langsung oleh rakyat didaerah yang bersangkutan.”  


                                                       BAB VII

                             DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

                                                        Pasal 19
Sebelum diamandemen :

(1)   Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang – undang.

(2)   Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun


                                                  Pasal 20

(1)   Tiap – tiap undang – undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

(2)   Jika sesuatu rancangan undang – undang tidak mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka undang – undang tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.


                                                    Pasal 21
                    
(1)   Angota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang – undang.

(2)   Jika rancangan undang – undang itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.


                                                    Pasal 22

(1)   Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang – undang.

(2)   Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3)   Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

BAB VII Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, mempunyai banyak kekurangan antara lain :

1.      Tidak menjelaskan tata cara pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
2.      Tidak menjelaskan persyaratan dari seorang calon wakil rakyat, yang akan dipilih untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
3.      Tidak menjelaskan tentang tugas dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat.
4.    Tidak menjelaskan hak dan kewajiban anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dengan demikian juga tidak ada sanksi bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
5.    Sebagai badan perwakilan, tidak ditegaskan cara pengambilan keputusan yang  berdasarkan musyawarah, sesuai dengan sila keempat PANCA SILA.

Walaupun demikian dengan mempelajari pasal demi pasal dalam BAB VII tentang Dewan perwakilan Rakyat, dapat disimpulkan bahwa :

1.     Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang bertanggung jawab untuk mensyahkan undang – undang dan peraturan bagi pengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.     Karena tugasnya adalah mengesahkan rancangan undang – undang dengan cara musyawarah, maka persyaratan untuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah :

2.1   Taat melakasanakan ajaran dan tuntunan agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.2   Bijaksana, dan memahami aspirasi rakyat yang diwakilinya.
2.3   Mengerti dan memahami maksud dan tujuan dari Undang – Undang Dasar 1945.
2.4   Sehat jasmani dan sehat rohani, jujur, dan tidak pernah melakukan tindakan yang merugikan negara.

3.     Dari nama lembaganya, dapat dipastikan bahwa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah wakil – wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat.

4.    Sebagai lembaga tinggi negara yang mengurus / mensahkan undang – undang, maka anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat, juga berhak mengajukan rancangan undang – undang.
Akan tetapi karena yang akan memakai undang – undang tersebut adalah lembaga eksekutif / Presiden, maka keputusan dipakai atau tidaknya rancangan undang – undang tersebut, tergantung kepada keputusan Presiden, walaupun sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pengertian dari pasal 20 ayat 2, dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat, tidak mau atau menolak mensahkan rancangan undang – undang, adalah karena undang – undang tersebut belum saatnya. dibutuhkan.

Karena, apabila rancangan undang – undang tersebut memang diperlukan guna kelancaran pembangunan bangsa dan negara, maka Dewan Perwakilan Rakyat, tidak mempunyai alasan untuk tidak mensahkannya.
Demikian juga sebaliknya apabila rancangan undang – undang yang diusulkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat, bermanfaat dan saatnya memang dibutuhkan, maka Presiden juga tidak mempunyai alasan untuk tidak memberlakukannya.

Apabila lembaga tinggi negara melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi kelancaran pembangunan bangsa dan negara, maka akan ditegur atau diperingatkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pada hakekatnya rancangan undang – undang yang diusulkan adalah rancangan undang – undang yang diperlukan bagi kelancaran usaha mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia. Serta rancangan undang – undang yang menjaga dan memelihara segala sesuatu yang sudah dicapai dalam usaha mewujudkan tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.

5.    Terdapat hubungan timbal balik antara Presiden yang membutuhkan undang – undang dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang mensahkan undang – undang.

6.     Tugas dan tanggung jawab Presiden tidak akan bisa berjalan dengan lancar, tanpa dukungan undang – undang.

7.   Pengelolaan kehidupan bangsa dan negara untuk mencapai tujuan kemerdekaannya, dipantau, diawasi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai pelaksana dari kedaulatan rakyat.

Dengan demikian, apabila terjadi ketidak serasian antara lembaga – lembaga tinggi negara, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa segera mengambil tindakan agar supaya tidak merugikan perjuangan bangsa dan negara.


                                                            BAB VII

              Pasal 19
Sesudah diamandemen :

(1)   Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.

(2)   Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang – undang.

(3)   Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun

Komentar :

Ayat (1) menyatakan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
Akan tetapi persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang wakil rakyat untuk bisa duduk didalam Dewan Perwakilan Rakyat, tidak ditetapkan. Padahal persyaratan ini sangat penting bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang mengesahkan rancangan undang – undang.


Pasal 20

(1)   Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang – undang.

(2)   Setiap rancangan undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, untuk mendapat persetujuan bersama.

(3)  Jika rancangan undang – undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang – undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
      Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4)   Presiden mengesahkan rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang – undang.

(5)  Dalam hal rancangan undang – undang yang telah disetujui tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang – undang tersebut disetujui, rancangan undang – undang tersebut sah menjadi undang – undang dan wajib diundangkan.

Komentar :

1.     Ayat (1) pasal 20, menyatakan bahwa, Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang – undang. Akan tetapi, ayat (2) mengatakan :
Setiap rancangan undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, untuk mendapat persetujuan bersama.
Jadi dimana letaknya kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam membentuk undang – undang, apabila harus juga dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. 

2.      Sangat baik dan bijaksana, apabila ayat (1) pasal 20, berbunyi : Dewan Perwakilan Rakyat berwenang mensahkan rancangan undang – undang yang diusulkan oleh Presiden, maupun rancangan undang – undang yang diusulkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

3.     Rancangan undang – undang dibahas bersama Presiden, artinya dengan bijaksana bermusyawarah, seperti yang dikehendaki oleh sila keempat dari Panca – Sila, bukan berdasarkan jumlah suara terbanyak.
Oleh sebab itu jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, tidak menentukan pengambilan keputusan.
Yang berperan disini adalah kwalitas dan kebijaksanaan.

Presiden (eksekutif) mengajukan rancangan undang – undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, tentu disebabkan karena Presiden (eksekutif) memerlukannya.
Dengan demikian, maka apabila rancangan undang – undang yang sudah disetujui dan disahkan menjadi undang – undang, maka Presiden pasti tidak akan menunda untuk mengundangkan undang – undang tersebut.
Kecuali ada hal – hal yang menjadi pertimbangan Presiden untuk menunda mengundangkannya.

Apabila terjadi kelalaian Presiden (eksekutif) untuk mengundangkan undang – undang, maka yang berwenang menegur atau memberi peringatan adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Demikian juga apabila Dewan Perwakilan Rakyat terlambat atau lalai membahas rancangan undang – undang, akan ditegur atau diberi peringatan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
                          
                           Oleh karenanya ayat (5) pasal 20, tidak perlu.

4.      Ada kekeliruan pada ayat (4) pasal 20, yaitu Presiden sebagai pihak yang mengusulkan rancangan undang – undang, tidak mempunyai hak untuk mengesahkan undang - undang.
      Presiden hanya mempunyai kewenangan mengundangkan undang - undang, yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

                                                              Pasal 20 A

(1)   Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan.

(2)   Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal – pasal lain Undang – Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

(3)   Selain hak yang diatur dalam pasal – pasal lain Undang – Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan , menyampaikan usul, dan pendapat serta hak imunitas.

(4)   Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang – undang.

Ulasan / komentar :

1.     Berdasarkan BAB VII, Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, Dewan Perwakilan Rakyat hanya memiliki satu fungsi yaitu fungsi legislasi rancangan undang – undang dan peraturan – peraturan pemerintah.

2.     Membuat rancangan anggaran belanja dan pendapatan negara, merupakan tugasnya lembaga eksekutif (Presiden). Sedangkan mengawasi penyelenggaraan negara, adalah haknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, karena Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pelaksana kedaulatan rakyat, yang menetapkan Garis – Garis Besar Haluan Negara.

3.      Dengan dihapuskannya Garis – Garis Besar Haluan Negara, tidak ada lagi yang bisa dijadikan tolok ukur atau patokan untuk menilai penggunaan Anggran Pendapatan dan Belanja Negara, atau untuk menguji benar atau tidaknya keputusan yang diambil oleh para pengelola negara.

4.      Fungsi pengawasan dan anggaran serta hak interpelasi, hak angket sebetulnya merupakan haknya Mejelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai pelaksana dari Kedaulatan Rakyat.

5.     Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta hak imunitas.(ayat 3). Pertanyaannya, terhadap siapa hak – hak tersebut diberlakukan ?

Bukankah dalam kegiatannya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat tentunya harus bertanya, menyampaikan usul dan pendapat. Jadi apa gunanya hak – hak tersebut dimuat dalam Undang – Undang Dasar.

6.     Apakah yang dimaksud dengan hak imunitas ? Apabila maksudnya adalah suatu bentuk kekebalan ? Kekebalan terhadap apa ?
Kalau hak imunitas, untuk membedakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan warga negara yang lain, maka hak imunitas bertentangan dengan hak – hak warganegara.


                                                Pasal 22 A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang – undang diatur dengan undang – undang.

Komentar :
                    
Pembentukan undang – undang bukan dengan undang – undang, tetapi dari rancangan undang – undang yang dibahas dengan bijaksana dalam permusyawaratan, dan diputuskan dengan kemufakatan bersama, berdasarkan Undang – Undang Dasar,  untuk menjadi undang – undang.

Seharusnya, rancangan undang – undang dibuat berdasarkan Undang – Undang Dasar, dan Garis – Garis Besar Haluan Negara.

Pasal 22A ini tidak jelas maksudnya, dan tidak pantas dijadikan bagian dari Undang – Undang Dasar.


                                                       Pasal 22 B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat – syarat dan tata caranya diatur dalam undang – undang.

Ulasan / komentar :

Harus dijelaskan persyaratan yang harus dipenuhi, serta tugas dan kewajiban, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan hal ini, baru kemudian bisa dibuatkan undang – undang untuk memberikan sanksi atas pelanggaran persyaratan atau atas kelalaian atau ketidak mampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat karena sesuatu sebab tidak bisa lagi melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai wakil rakyat, maka keanggotaannya tidak bisa digantikan, 

Segala sesuatu harus berdasarkan hal yang jelas dan pasti, agar penindakan atas pelanggaran juga bisa segera dan pasti.

Kembali karena pasal ini kurang jelas, kurang lengkap maka tidak bisa dijadikan sebagai salah satu pasal dalam Undang – Undang Dasar


                                                          BAB VII A

                                    DEWAN PERWAKILAN DAERAH.

Membuat Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga negara yang anggotanya dipilih oleh rakyat, kemudian menjadi bagian dari anggota tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah tindakan dan keputusan yang salah, atau kesalahan yang disengaja.
Apabila Dewan Perwakilan Daerah adalah penjelmaan dari utusan daerah seperti yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tentang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka keputusan ini juga salah, karena Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pelaksana dari kedaulatan rakyat, sedangkan  Dewan Perwakilan Daerah tidak berdaulat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rakyat adalah pemegang/pemilik kedaulatan atas negara, yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dengan demikian maka yang menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah wakil – wakil rakyat, yang diusulkan dan dipilih oleh rakyat.

Sedangkan daerah bukan pemilik/pemegang kedaulatan atas Negara.
Daerah adalah bagian dari wilayah kedaulatan negara, sebagai tempat bermukimnya rakyat, merupakan bagian dari hak kedaulatan rakyat.
Oleh sebab itu, daerah sama sekali tidak mempunyai kedaulatan atas negara, dengan demikian, tidak mungkin mempunyai wakil.

Kalau yang dimaksud dengan daerah adalah provinsi, kabupaten, kota yang merupakan bagian dari negara, maka daerah – daerah ini sudah dibawah tanggung jawab pengelolaan gubernur dan Bupati / Wali Kota,
Sedangkan untuk wakil rakyatnya, sudah ditampung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dengan demikian maka apapun alasannya, Dewan Perwakilan Daerah, keberadaannya tidak diperlukan,  oleh karenanya harus segera dibubarkan.

Apalagi dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tanggal, 9 November 2001, tentang amandemen ketiga Undang – Undang Dasar 1945, yang menghapuskan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat,( mungkin tanpa disadari), telah menjadikan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat tanggal, 9 November 2001 serta keputusan – keputusan sesudah itu batal, karena tidak lagi mempunyai kekuatan hukum.

Undang – Undang Dasar 1945, adalah cermin negara dan bangsa Indonesia.
Kalau ingin menjadi bangsa yang besar, yang disegani lawan dan dihormati kawan, maka buatlah dan jadikan Undang – Undang Dasar 1945, sesuai dengan Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, secara baik dan benar.


                BAB VII B

                 PEMILIHAN UMUM

                Pasal 22 E
                    
(1)   Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(2)   Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3)   Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4)   Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

(5)   Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

(6)   Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum, diatur dengan undang – undang.

                     Ulasan :

Pemilihan umum adalah wujud dari kedaulatan rakyat, dengan demikian maka peserta Pemilihan Umum diusulkan dan dipilih oleh rakyat Indonesia. Persyaratan dan pelaksanaannya diatur dengan undang – undang.


                                                        BAB VIII

                                                 HAL KEUANGAN
                    
         Pasal 23
                     Sebelum diamandemen :

(1)   Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap – tiap tahun dengan undang – undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

(2)   Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang – undang.

(3)   Macam dan harga mata uang, ditetapkan dengan undang – undang.

(4)   Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang – undang.

(5)   Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badab Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang – undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Ulasan :

1.    Pasal 23 masih menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja negara harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini disebabkan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai wujud kedaulatan Rakyat belum terbentuk, sedangkan penyelenggaraan negara harus berlangsung terus.

2.      Sekarang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sudah dibentuk, maka sudah selayaknya rencana angaran pendapatan dan belanja negara, yang akan digunakan untuk pembangunan bangsa dan negara guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia, diusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Apabila sudah disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, baru kemudian rancangan undang – undang pelaksanaannya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dijadikan / disahkan sebagai undang – undang.

Apabila Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden tidak berhasil memutuskan rancangan undang – undang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menjadi undang – undang, sedangkan tahun anggaran berikutnya sudah masuk, maka bisa dipakai undang – undang sebelumnya.

Disini sekali lagi terlihat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara, yang berkewajiban mensahkan undang – undang, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pembangunan bangsa dan negara.

3.     Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan bukan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, akan tetapi seharusnya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, agar bisa ditidak lanjuti.

4.    Apabila didalam laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa keuangan tersebut terdapat sesuatu yang salah, keliru atau penyelewengan, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menyampaikan perihal tersebut kepada lembaga negara yang berwenang, untuk ditindak lanjuti, diusut, dan diambil tindakan hukum.

Sesudah diamandemen :

(1)  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara, ditetapkan setiap tahun dengan undang – undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

(2)   Rancangan undang – undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

(3)  Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara tahun yang lalu.

                     Tanggapan / komentar :

Melihat amandemen pasal 23 Undang – Undang Dasar 1945 ini, maka :

1.      Seperti telah diuraikan sebelumnya, ayat (2) kata - kata . . . "dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, harus dihapuskan".

2.     Ayat (2) kembali memperkuat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga yang mengesahkan rancangan undang – undang menjadi undang – undang.

3.      Ayat (2) bertentangan dengan ayat (3),
Dalam ayat (2) disebut, Presiden mengajukan rancangan undang – undang anggaran pendapatan dan belanja negara, untuk dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam ayat (3) diksebutkan apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rencana anggaran dan pendapatan negara.

Yang diusulkan adalah rancangan undang – undang anggaran dan pendapatan negara. Mengapa dalam ayat (3) yang tidak disetujui adalah rencana anggaran dan belanja negara ?

Undang – undang anggaran pendapatan dan belanja negara tidak sama dengan rencana anggaran belanja dan pendapatan negara.

4.     Pengertian yang ada didalam pasal 23, dalam pelaksanaannya, tidak sesuai dengan maksud pasal 23 Undang – Undang Dasar 1945, karena Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tidak diusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan tidak berdasarkan rencana induk pembangunana bangsa dan negara yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

5.      Seharusnya ayat (2) berbunyi :

1.      Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, diajukan oleh Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Untuk mendapatkan persetujuannya.

2.      Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sudah disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, dibuatkan rancangan undang – undangnya, untuk disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, menjadi undang – undang.

3.     Dalam hal rancangan undang – undang Rencana Pendapatan dan Belanja Negara belum disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka pengelolaan kehidupan bangsa dan negara, dapat melaksanakannya berdasarkan undang – undang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun sebelumnya.
                

              BAB VIII A

                     BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

                Pasal 23 E

(1)  Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2)  Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3)  Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang – undang.

Komentar :

1.      Ayat (2), seharusnya berbunyi : Hasil pemeriksaan penggunaan keuangan Negara, diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2.      Apabila terdapat penyimpangan, penyelewengan, tindakan yang merugikan negara dalam pelaksanaan penggunaan keuangan Negara, maka Mejelis Permusyawaratan Rakyat, memberikan laporan Badan Pemeriksa Keuangan tersebut kepada lembaga negara yang berwenang untuk ditindak lanjuti, diusut dan diambil tindakan sesuai undang – undang atau hukum yang berlaku.

3.     Ayat (3) Tidak jelas apa yang dimaksud. Oleh sebab itu tidak layak untuk dijadikan sebagai Undang – Undang Dasar.


                                                  Pasal 23 F

(1)   Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Dan diresmikan oleh Presiden.

(2)   Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

Komentar :

1.     Mengingat penting dan beratnya tugas dari Badan Pemeriksa Keuangan, seharusnya
  ditegaskan jumlah serta persyaratan anggota Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan   Daerah.

2.    Calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan, sebaiknya diusulkan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3.   Anggota Badan Pemeriksa Keuangan sebaiknya dipilih dan diputuskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

4.      Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan dilantik oleh Presiden.


                                                                             BAB IX

                                    KEKUASAAN KEHAKIMAN

                                                        Pasal 24
Sebelum diamandemen :

(1)   Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung, dan lain – lain badan kehakiman menurut undang – undang.

(2)   Susunan dan kekuasaan badan – badan kehakiman itu diatur dengan undang – undang.
                    
                     Ulasan :

1.      Pengertiannya adalah bahwa lembaga kehakiman yang tertinggi adalah Mahkamah Agung, baru kemudian menyusul lembaga - lembaga kehakiman lainnya seperti, Kejaksaan Agung, Mahkamah Konstitusi dan lain – lain sesuai kebutuhan.

2.      Sebagai lembaga kehakiman yang paling tinggi, seharusnya ditegaskan bahwa Mahkamah Agung mempunyai fungsi pengawasan terhadap kinerja lembaga – lembaga kehakiman lainnya. 

Sesudah diamandemen :

(1)  Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(2)  Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawah lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

(3)  Badan – badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan undang – undang.

Komentar :

Ayat (1) tidak perlu disempurnakan lagi, karena ada kalanya sulit mendapatkan kata yang tepat untuk menyampaikan yang dimaksud dengan merdeka atau bebas.


                                                  Pasal 24 A

(1)   Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang – undangan dibawah undang – undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang – undang.

(2)   Hakim Agung harus memiliki intergritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, prefesional, dan berpengalaman dibidang hukum.

(3)   Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

(4)   Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dan oleh hakim agung.

(5)   Susunan, kedudukan, keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang – undang.

Komentar :

1.      Ayat (1)  yang memuat tentang kewenangan Mahkamah Agung, harusnya dibuat jelas dan pasti termasuk tugas dan tanggung jawabnya.

Kalimat yang mengatakan . . . "dan yang mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang – undang", menggambarkan atau menyiratkan bahwa ada wewenang lainnya yang akan diberikan kepada Mahkamah Agung.. 
Kewenangan yang belum pasti, tidak bisa dimuat dalam Undang – Undang Dasar, karena sesuatu yang tidak pasti tidak bisa dipakai sebagai dasar bagi undang – undang dibawahnya.

2.      Ayat (3). agar supaya lebih demokratis, maka calon hakim agung, selain diusulkan oleh Komisi Yudisial, juga diusulkan oleh badan – badan peradilan dari lingkungan peradilan umum, militer, agama, lingkungan peradilan tata usaha negara, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Baru kemudian sesudah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, pelantikannya oleh Presiden.
Bila dibutuhkan undang – undang pendukungnya, baru rancangan undang – undangnya diusulkan untuk disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.


                                                                            Pasal 24 B

(1)  Komisi Yudisial, bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim.

(2)  Anggota Komisi Yudisiaal harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum, serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(3)  Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4)  Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang – undang.

Komentar :

1.      Ayat (1) seharusnya menjelaskan bentuk dan kegunaan Komisi Yudisial.

Sebaiknya ayat (1) berbunyi : Komisi Yudisial adalah lembaga kehakiman yang berwenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat hakim dan jaksa. Kewenangan untuk mengusulkan hakim agung, tidak perlu dijelaskan, karena sudah ada dalam pasal sebelumnya.
Baru sesudahnya dibuat persyaratan bagi calon anggota Komisi Yudisial,

2.      Calon anggota Komisi Yudisial diusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pelantikannya dilaksanakan oleh Presiden.

3.      Apabila anggota Komisi Yudisial oleh karena satu dan lain hal harus diberhentikan, maka usulan pemberhentian disampaikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan dilaksanakan oleh Presiden.


                                                  Pasal 24 C
                    
(1)  Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk menguji undang – undang, terhadap Undang – Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannnya diberikan oleh Undang – Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2)  Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden, menurut Undang – Undang Dasar.

(3)   Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan  oleh Presiden, yang diajukan masing – masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

(4)   Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.

(5)   Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan, yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

(6)   Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnyatentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang – undang.
                    
                     Komentar :

1.      Apabila yang dimaksud dalam ayat (1) adalah maksud dan tujuan didirikannya Mahkamah Konstitusi, maka ayat (1) sebaiknya berbunyi :

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga Negara untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final, untuk menguji undang – undang, terhadap Undang – Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang – Undang Dasar, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

2.      Untuk pembubaran partai politik bisa dilaksanakan oleh lembaga peradilan dari lingkungan umum, karena partai politik bukanlah lembaga negara, akan tetapi termasuk organisasi kemasyarakatan.

3.     Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan / atau Wakil Presiden bisa diadukan oleh siapa saja, kepada Majelis Permusywaratan Rakyat, yang akan meneruskan pengaduan atas pelanggaran tersebut kepada lembaga kehakiman yang sesuai dengan jenis pelanggarannya.

4.     Pasal 24 C, tidak menjelaskan kewenangan lembaga negara yang berwenang untuk memilih, dan menetapkan / memberhentikan serta lamanya masa jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi.

5.     Tidak ada lembaga kehakiman yang berwenang untuk mengkoreksi atau menguji penyempurnaan / perbaikan  Undang – Undang Dasar, seperti yang telah terjadi pada amandemen Undang – Undang Dasar 1945.


                                                    Pasal 25
                     Sebelum diamandemen :

Syarat – syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim, ditetapkan dengan undang – undang.


                                                        BAB IXA

                                                        Pasal 25 A

Negara Kesatuan Rapublik Indonesia adalah Negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang.

Komentar :

Didalam Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, tidak ada pasal yang menyatakan tentang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karenanya, apabila wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang dimasukkan kedalam Undang – Undang Dasar, adalah tindakan yang benar, akan tetapi ada beberapa hal yang kurang diperhatikan :

1.     Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan termasuk ranah hukum, dengan demikian tidak bisa dimasukkan kedalam BAB IX A.

Wilayah lebih cocok, apabila ditempatkan didalam BAB X, karena ada keterkaitan antara warga negara, dengan wilayah, atau ditempatkan di pasal 1.

2.     Wilayah adalah merupakan suatu kawasan yang mempunyai batas, akan tetapi tidak mempunyai hak.
Yang mempunyai hak adalah warga negara atau penduduk yang bermukin didalam wilayah tersebut. Dengan demikian perkataan yang menyatakan bahwa wilayah disamping mempunyai batas juga mempunyai hak, adalah tidak benar, atau setidaknya harus dipertanyakan tentang hak – hak dari wilayah.

Sebagai ilustrasi, apabila daerah mempunyai hak, suatu waktu daerah bisa menyatakan bahwa daerah tidak boleh dikelola dan tidak boleh dihuni oleh rakyat Indonesia, maka jadilah rakyat Indonesia, sebagai rakyat yang terusir dari tanah tumpah darahnya.


             BAB X 
                    
                                                                    WARGA NEGARA
                    
               Pasal 26
                     Sebelum diamandemen :

(1)   Yang menjadi warga negara ialah orang – orang bangsa Indonesia aseli dan orang – orang bangsa lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai warganegara.

(2)   Syarat – syarat yang mengenai kewargaan negara ditetapkan dengan undang – undang.

                                                   Pasal 27
                    
(1)   Segala warga – negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2)   Tiap – tiap warga – negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

                                                                             Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.


                                                                              BAB X
                    
      Pasal 26
                     Sesudah diamandemen :

(1)   Yang menjadi warga negara ialah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang – orang bangsa lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai warga negara.

(2)   Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

(3)   Hal – hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang – undang.

Komentar :

1.      Sebutan orang asing dalam ayat (2), tidak tepat, karena bisa berarti orang yang tidak dikenal asal usulnya. Padahal semua manusia penduduk bumi ini dari manapun asalnya, pada hakekatnya telah memiliki identitas. Walaupun kemudian dengan alasan atau penyebab tertentu, bukti atau dokumen identitasnya tidak ada.

2.      Dengan demikian kata – kata orang asing, seharusnya diganti dengan bangsa lain.
  
         
           Pasal 27

(1)   Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2)   Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3)   Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Komentar :

Apabila yang dimaksud dalam ayat (3) pasal 27 adalah tentang kewajiban setiap warga negara, maka kata – katanya kurang tepat, karena disini perannya adalah ikut serta, artinya tidak berdiri sendiri – sendiri.
Seharusnya ayat (3) berbunyi : Setiap warga negara harus dan wajib secara bersama – sama atau sendiri – sendiri melakukan upaya pembelaan Negara.


                                                                              Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.

                                                                              
                                                                              BAB XA

                                            HAK ASASI MANUSIA

Hak azazi manusia, sebenarnya sudah tersirat dan tersurat didalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, keadilan sosial yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Apabila ada aturan tentang hak azazi manusia yang tidak sesuai dengan apa yang digariskan dalam pembukaan Undang – Undang dasar 1945, sebaiknya diabaikan.

Coba perhatikan pasal – pasal tentang hak azazi manusia dibawah ini :

                                                         Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Komentar :

1.     Pasal ini tidak menjelaskan tentang hak mempertahankan hidup, sehingga bisa ditafsirkan bahwa hak mempertahankan hidup termasuk melengkapi diri dengan senjata, atau boleh melakukan tidakan pembelaan diri sesuai kemampuannya.

2.     Apabila hal seperti ini terjadi, akan timbul hukum rimba, bukan lagi tindakan yang berdasarkan undang – undang.

3.      Berhubung Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkaulatan Rakyat, maka seharusnya pasal 28 A ini berbunyi :

(1)  Hak dan kewajiban setiap warga Negara dan penduduk negara Kesatuan Republik Indonesia, diatur dalam undang – undang.

(2)  Setiap warga Negara, wajib menjalani kehidupannya berdasarkan tuntunan agamanya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan undang – undang.


                                                          Pasal 28B
                    
(1)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
                                               
                     Ulasan :

Agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, telah mengatur tentang tata cara membentuk keluarga, dan perkawinan yang sah.  


                                                 Pasal 28C

(1)  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2)  Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.


                                                  Pasal 28D

(1)   Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

(2)   Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3)   Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintah.

(4)   Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.


                   Pasal 28E
                    
(1)  Setiap orang bebasa memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pemdidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2)   Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.

(3)   Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Komentar :

Ayat (1) memberikan kebebasan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih tempat tinggal, memilih kewarganegaraan terus kembali lagi, seakan – akan negara tidak layak untuk dihormati dan dihargai, sehingga bisa ditinggal atau kembali sesukanya.

Pasal 28E, memberi peluang untuk timbulnya aliran –  aliran kepercayaan, agama yang bermacam – macam, yang berpotensi menimbulkan kekacauan dan perpecahan bangsa, dan bertentangan dengan sila ketiga dari Panca Sila.

Harap difahami bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah tempat untuk tumbuhnya aliran – aliran kepercayaan atau agama yang akan merusak persatuan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah tempat hidup dan berkembangnya bangsa Indonesia serta bangsa – bangsa lain yang patuh dan tunduk kepada undang – undang Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta yang menghormati kedaulatan bangsa Indonesia.

Segala sesuatu didunia ini dalam rangkaian kehidupan atau keberadaan dialam semesta, harus memiliki aturan yang jelas dan pasti, serta harus bisa berinteraksi sebaik - baiknya dengan lingkungannya.
Tidak bisa komponen alam semesta memakai aturan sendiri, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi lingkungannya.
Atau dengan kata lain, hidup tidak bisa diatur menurut maunya sendiri, tetapi harus tunduk kepada ketentuan Tuhan Yang Maha Esa.

                    
                                                     Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi, dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


                                                           Pasal 28G

(1)   Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2)  Semua orang berhak untuk bebasa dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

                     Komentar :

Apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia dikelola dengan baik berdasarkan Undang – Undang Dasar 1945 (sebelum diamandemen) dan PANCA SILA dengan baik, benar dan bertanggung jawab, maka tidak akan pernah terjadi warga negara Republik Indonesia meminta suaka kenegara lain.


              Pasal 28H

(1)  Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2)   Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatandan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3)   Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.

(4)   Setiap orang berhak mempunyai hak milik dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang – wenang oleh siapapun.


                      Pasal 28I

(1)  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

(2)   Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3)   Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradapan.

(4)   Perlidungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5)   Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia, dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang – undangan.

                     Komentar :
                    
1.      Seseorang tidak bisa dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dalam ayat (1)  sangat melanggar keadilan dan hati nurani rakyat yang berdaulat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena yang orang bersalah merugikan bangsa dan negara baik secara moril dan materil, dimasa lalu, tidak bisa digugat didepan hukum.
Setelah berpesta pora dengan harta kekayaan bangsa dan negara, kemudian tidak bisa dituntut, karena dilindungi oleh Undang – Undang Dasar 1945.
Jadi berpesta poralah para koruptor yang terlindungi oleh ayat (1) pasal 28I ini.
Bagaimana kita harus mempertanggung jawabkan hal ini terhadap dasar Negara yang menghendaki Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila kelima Panca Sila).
Mungkinkah pasal 28 I ayat (1) ini dibuat oleh mantan – mantan koruptor  ?

2.     Ayat (3) ini, bertentangan dengan hak – hak asasi tradisional manusia, karena hak tradisional masyarakat, tidak retak kerana panas, dan tidak lapuk karena hujan.


                Pasal 28J

(1)   Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia, orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2)  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orangwajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang – undangdengan maksud semata – mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai – nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Komentar :

Pasal – pasal tentang hak azazi manusia, lebih tepat apabila dijadikan sebagai bahan untuk membuat rancangan undang – undang, bukan dijadikan sebagai pasal – pasal dalam Undang – Undang Dasar 1945.
Dengan masuknya pasal – pasal hak azazi, Undang – Undang Dasr 1945, seperti kehilangan bobot dan pamor. Kasihan kan ?


                                                               BAB XI
                                 
                                                              AGAMA
                                    
                                                               Pasal 29

(1)   Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa

(2)   Negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Komentar :

Karena dasar Negara adalah PANCA SILA, maka yang yang perlu disempurnakan adalah ayat (1) yaitu dengan :

(1)   Negara berdasarkan PANCA SILA dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2)   Agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui dan dilindungi oleh undang – undang.

(3)   Negara harus mempertegas dengan undang – undang kaidah – kaidah pokok dari agama – agama yang diakui, sehingga agama – agama yang ada dilindungi dari pemikiran atau kaidah yang berbeda, yang bisa merusak kerukunan hidup beragama. Hal ini juga untuk mencegah masuknya agama – agama atau aliran kepercayaan lain yang akan menggoyahkan persatuan dan keutuhan bangsa.

(4)  Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa
     Indonesia. Walaupun berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 
     Negara tidak bisa menerima semua aliran agama atau kepercayaan, yang akan merusak persatuan bangsa dan kerukunan hidup antar umat beragama.


                                                      BAB XII

                                   PERTAHANAN NEGARA

                                                       Pasal 30

(1)  Tiap – tiap warga – negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

(2)   Syarat – syarat tentang pembelaan diatur dengan undang – undang.

Sebenarnya untuk pertahanan negara, pasal 30, sudah cukup dan ditambah dengan komponen pertahanan negara seperti Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, serta rakyat Indonesia.

Tinggal menjabarkannya kedalam undang – undang.


        BAB XII

         PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

        Pasal 30

(1)  Tiap – tiapa warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

(2)   Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistim pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

(3)  Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

(4)   Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum

(5)   Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikut sertaan warga negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang – undang.

                           Komentar :

Terlalu terperinci untuk dijadikan sebagai Undang – Undang Dasar.


BAB  XIII

PENDIDIKAN

Pasal 31

(1)   Tiap – tiap warga negara berhak mendapat pengajaran

(2)   Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional yang diatur dengan undang – undang.


                                                       Pasal 32

                                 Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

                          
                           BAB XIII

                           PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.
                          
                           Sesudah diamandemen :
                          Pasal 31

(1)   Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2)   Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3)   Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang – undang.

(4)   Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5)   Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

                           Komentar :

1.      Kata – kata  : pemerintah sebaiknya diganti dengan : negara.

2.      Ayat (3) tidak menjelaskan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap apa ?

3.      Mengapa hanya ayat (3) yang diatur dengan undang – undang, padahal ayat – ayat lainnya untuk pelaksanaannya, juga memerlukan pengaturan dengan undang – undang.


                BAB XIV

                      KESEJAHTERAAN SOSIAL

                Pasal 33
                     Sebelum diamandemen :

(1)   Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2)   Cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3)   Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertiannya :

1.      Ayat (1) menginginkan agar perekonomian Indonesia tumbuh secara bersama – sama, seperti mata rantai dari kecil sampai besar, saling terkait satu sama lain.
Usaha besar merangkul / bekerja sama dengan usaha kecil / menengah yang ada hubungan dengan jenis usahanya, sehingga kebutuhannya didukung oleh beberapa usaha kecil.
Perekonomian seperti ini yang disebut sebagai usaha kooperatif, saling bekerja sama, tunjang menunjang satu sama lain.
Usaha bersama ini nantinya akan membentuk suatu konglomerasi yang merupakan himpunan dari berbagai pengusaha yang usahanya saling membutuhkan, bukan konglomerasi yang dimiliki oleh satu pemilik yang menguasai dari hulu sampai hilir.
Keuntungan dari sistim ini adalah tumbuhnya kompetisi dalam hal keunggulan kwalitas, kwantitas, serta komitmen, yang berdasarkan kejujuran.

2.    Semua yang terkandung didalam air dan bumi Indonesia dikuasai dan diatur oleh negara, berarti perekonomian Indonesia dikuasai oleh negara, terutama dalam bentuk perijinan, sehingga dengan demikian negara bisa mengatur segala sesuatunya dengan baik dan benar, untuk dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi kemakmuran rakyat, bukan untuk pribadi, kelompok atau golongan apaun juga

Satu untuk semua, semua untuk satu Indonesia.


         Pasal 34

                     Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.


                                                                              BAB XIV

               PEREKONOMIAN NASIONAL
          DAN
                 KESEJAHTERAAN SOSIAL

            Pasal 33
                     Sesudah diamandemen :

(1)  Perekonomian  disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

(2)   Cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3)   Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.

(4)   Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang – undang.  

Komentar :

1.     Ayat (1)  Perekonomian  disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sedangkan ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi.
Sama – sama perekonomian, tetapi berdasarkan dua hal yang berbeda, yang arti atau bentuknya tidak dijelaskan

2.     Ayat (4) mengatakan bahwa dasar perekonomian Indonesia adalah Demokrasi Ekonomi. Sampai hari ini demokrasi ekonomi tersebut, belum pernah dijelaskan bentuknya. Demikian juga dengan kata – kata . . .  prisip kebersamaan . . . . .dan seterusnya, tidak bisa diartikan atau difahami secara jelas dan pasti, sehingga mengandung banyak pengertian atau penafsiran.

3.     Sesuatu yang kurang pasti atau kurang jelas, yang akan menimbulkan beberapa penafsiran tidak bisa dijadikan sebagai ketentuan didalam Undang – Undang Dasar.


                                                     Pasal 34

(1)   Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

(2)  Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3)  Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

(4)   Ketentuan lebih anjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang – undang.

                           Komentar :

                           Ayat (2) menetapkan bahwa jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Apakah seluruh rakyat Indonesia memerlukan atau berhak mendapatkan jaminan sosial ?

Kalau tidak salah, pasal 34 ini adalah dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi pasal 34 ayat (1) sudah cukup, selanjutnya petunjuk pelaksanaannya dengan undang – undang.
                    

           BAB XV

                                         BENDERA DAN BAHASA

                                                          Pasal 35
                          
                           Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Outih.


           Pasal 36

                           Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.


            BAB XV

           BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
           SERTA LAGU KEBANGSAAN
                    
                     Sesudah diamandemen
             Pasal 35

                           Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.


                                                                                 Pasal 36

                           Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.


              Pasal 36A

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

                                                     Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.


                                                                                 Pasal 36C

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera , Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang – undang.

Komentar :

1.      Menyebutkan Negara Indonesia dalam pasal 35, pasal 36A, pasal 36B, tidak sama, sehingga timbul kesan seoerti kurang menghargai.

2.      Alangkah baiknya apabila disebutkan :
·        Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah Sang Merah Putih.
·        Bahasa Nrgara Kesatuan Republik Indonesia ialah Bahasa Indonesia.
·        Lambang Nagra Kesatuan Republik Indonesia ialah Garuda Pancasila
·        Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia  ialah Indonesia Raya.

3.      Sesuatu yang sangat penting yang belum dinyatakan dalam Undang – Undang Dasar 1945, adalag PANCA SILA sebagai Dasar Negara, masih terlupakan walaupun sudah empat kali Undang – Undang dasar 1945 ini diamandemen.


                                                     BAB XVI

                    PERUBAHAN UNDANG – UNDANG DASAR

                                                      Pasal 37

(1)   Untuk mengubah Undang – Undang Dasar sekurang – kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadlir.

(2)   Putusan diambil dengan persetujuan sekurang – kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota yang hadlir.

                                 Komentar :

Alangkah baik dan bijaksananya, apabila sebelum menyempurnakan, merubah ataupun memperbaiki Undang – Undang Dasar, terlebih dahulu membaca, menghayati pasal 37 ini.
Demikian berat persyaratan untuk bisa menyempurnakan, merubah, memperbaiki Undang – Undang Dasar.  
Walaupun untuk menambah atau mengurangi satu kata saja. dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar sekali.

Kekeliruan, akan mamakan tenaga, waktu dan biaya dua kali lebih besar dari pada hanya menyempurnakan saja.


                                 Sesudah diamandemen :
               Pasal 37

(1)   Usul perubahan pasal – pasal Undang – Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang – kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2)   Setiap usul perubahan Pasal – Pasal Undang – Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3)   Untuk mengubah pasal – pasal Undang – Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4)   Putusan untuk mengubah Pasal – Pasal Undang – Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang – kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(5)   Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan perubahan.

Komentar :

Dalam pasal 37, tidak dijelaskan tata cara pengambilan keputusan tentang perubahan pasal – pasal Undang – Undang Dasar.
Akan tetapi apabila melihat dasar negara Panca – Sila, maka bisa dipastikan bahwa cara pengambilan keputusan adalah melalui pemilihan suara terbanyak.
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tiunggi dan tertinggi Negara, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, adalah tidak bijaksana, apabila mengambil keputusan berdasarkan pemilihan suara terbanyak.

Dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, sudah dinyatakan bahwa kerakyatan, yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Jadi seharusnya setiap keputusan yang diambil oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, haruslah berdasarkan hasil musyawarah  

Bahan bacaan :

1. Undang - Undang Dasar 1945 dari Arsip Nasional Republik Indonesia.
2. UUD 1945 dan Amandemennya diterbitkan oleh Citra Publishing
3. BAHAN PENATARAN
      * PEDOMAN PENGHAYATAN
         DAN PENGAMALAN PANCASILA.
      * UNDANG - UNDANG DASAR 1945
      * GARIS GARIS BESAR HALUAN NEGARA.
    Terbitan BP - 7 PUSAT tahun 1992


                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar