SEBUAH PEMIKIRAN TENTANG
AMANDEMEN UNDANG – UNDANG DASAR
1945.
MUKADDIMAH.
Setelah
melalui perjuangan panjang yang memakan korban yang tidak sedikit, akhirnya
bangsa Indonesia, sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur.
Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia pada tanggal, 17 Agustus 1945, menyatakan
kemerdekaannya.
Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang – undang dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia,yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan, serta mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Ini
adalah kutipan dari Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, dengan sedikit
penyesuaian, agar selaras dengan maksud dan tujuan tulisan ini)
Pembukaan
Undang – Undang Dasar 1945, menjelaskan :
1.
Arti
kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
2.
Bahwa
kemerdekaan adalah atas rahmat Allah, Yang Maha Kuasa, didorong oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3.
Bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan Undang – Undang Dasar 1945
sebagai dasar konstitusinya, yang bertujuan untuk melindungi segenap/seluruh
bangsa Indonesia, tumpah darah/wilayah kedaulatan Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
4.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Panca Sila yaitu :
4.1 Ketuhanan Yang Maha Esa.
4.2 Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4.3 Persatuan Indonesia.
4.4 Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan.
4.5 Keadilan sosial.
5. Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat, Artinya, Rakyat Indonesia adalah yang memiliki, berdaulat/berkuasa atas negaranya,
oleh sebab itu, sebagai pemilik, rakyat
menentukan tatacara penyelenggaraan negara, menentukan arah pembangunan bangsa
dan negara, mengawasi jalannya penyelenggaraan negara.
Kedaulatan
Rakyat dilaksakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
6. Rakyat memberikan kewenangan kepada
penyelenggara negara, (lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif), guna
bekerja bersama – sama, untuk mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia,
sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawab masing – masing, dan bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia,
melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat.
UNDANG
– UNDANG DASAR 1945, yang terdiri dari, Pembukaan, 37 pasal, empat pasal Aturan
Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan, memuat dan menjelaskan tatacara
pengelolaan bangsa dan negara, lengkap dengan lembaga – lembaga negara yang dibutuhkan,
untuk mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Rakyat
Indonesia adalah rakyat yang beragama yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dinyatakan dengan pengakuan bahwa, kemerdekaan Indonesia, diperoleh atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Kepercayaan
rakyat atas Tuhan Yang Maha Esa, menyatu didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian
menjadi salah satu dasar negara, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. (sila pertama
Panca Sila).
Dengan
demikian maka rakyat Indonesia yang baik,
adalah rakyat Indonesia yang taat melaksanakan tuntunan dan ajaran agamanya
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Penyelenggara
negara yang baik, adalah pengelolaan dengan berdasarkan tuntunan dan ajaran
agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi bukan
berdasarkan ajaran atau tuntunan agama tertentu.
Penghormatan
yang setinggi – tingginya dan serta rasa terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada para pejuang dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dalam waktu singkat, sudah berhasil meletakkan dasar dan tujuan yang
baik dan tepat dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang –
Undang Dasar 1945.
Undang
– Undang Dasar 1945 dibuat bukan hanya sekedar untuk memenuhi syarat ketika
mendirikan negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi dibuat sebagai dasar
bagi penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Undang
– Undang Dasar 1945, dibuat dalam waktu yang sangat singkat, dan tentunya mempunyai
kekurangan disana sini.
Menyadari
akan kekurangan dalam pasal - pasal Undang – Undang Dasar 1945, maka untuk
penyempurnaannya diatur dalam BAB XVI Pasal 37.tentang, Perubahan Undang –
Undang Dasar, dilengkapi dengan empat
pasal ATURAN PERALIHAN yang menggambarkan keadaan atau situasi pada waktu
Negara Kesatuan Republik Indonesia, baru berdiri, serta dua pasal ATURAN
TAMBAHAN yang mewajiban penyelenggara
negara, membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, guna menetapkan Undang –
Undang Dasar.
ATURAN
TAMBAHAN, menggambarkan betapa para
pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejak awal sangat menjunjung kedulatan rakyat.
Walaupun
Undang – Undang Dasar 1945 sudah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, para pendiri negara, tetap mewajibkan penyelenggara negara untuk
membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat,
sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, untuk menetapkan Undang – Undang Dasar,
karena Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia bukan perwujudan dari kedaulatan rakyat.
Menyempurnakan
Undang – Undang Dasar 1945, berarti untuk memperkuat, memperjelas, melengkapi isi
dari pasal – pasal Undang – Undang Dasar 1945, tanpa merubah sedikitpun
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.
Apabila
Undang – Undang Dasar diganti atau dirubah, maka nama Undang – Undang Dasar, harus
memakai nama lain.
Menyempurnakan,
merubah atau mengganti Undang – Undang Dasar, tentunya harus dengan dasar atau
alasan yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan, kepada rakyat Indonesia, sebagai
yang memegang kedaulatan atas negara Indonesia.
Untuk
menyempurnakan Undang – Undang Dasar 1945, setidaknya memerlukan beberapa
persyaratan, antara lain :
1. Penyempurnaan
harus dilaksanakan oleh lembaga pelaksana kedaulatan rakyat, yaitu Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
2. Harus
mengerti dan memahami bahwa menyempurnakan adalah membuat menjadi lebih baik,
bukan merubah, menjadi berbeda dari bentuk semula.
3. Mengerti
dan memahami jiwanya, atau hakekatnya, atau pengertian yang terkandung didalam Pembukaan
dan pasal demi pasal Undang – Undang Dasar 1945, sehingga penyempurnaannya
tidak keluar atau tidak menyalahi maksud dan tujuan atau hakekat dari Undang –
Undang Dasar 1945.
4. Mengerti
dan memahami proses berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang –
Undang Dasar 1945, seperti yang dinyatakan dalam ATURAN PERALIHAN dan ATURAN TAMBAHAN Undang – Undang Dasar 1945
sebelum diamandemen.
5. Memahami
dengan baik perbedaan antara Undang – Undang Dasar dengan undang – undang
dibawahnya.
6. Undang
– Undang Dasar 1945 sudah dipergunakan dengan baik dan bertanggung jawab dalam
waktu yang panjang, sehingga sudah teruji dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, dengan demikian diketahui betul segala kekurangannya.
7. Harus
mengetahui, memahami dan menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
8. Penyempurnaan
harus dilakukan dengan cara yang bijaksana melalui musyawarah untuk mufakat,
berdasarkan PANCA SILA.
Fakta
sejarah membuktikan bahwa :
1. Undang – Undang Dasar 1945
adalah yang paling cocok untuk bangsa
Indonesia, karena sejak diberlakukannya pada tanggal, 18 Agustus 1945,
Undang – Undang Dasar 1945 beberapa kali telah dicoba mengganti, akan tetapi
tidak berhasil, atau tidak bisa diterima oleh rakyat Indonesia.
2.
Undang
– Undang Dasar 1945, belum pernah dilaksanakan dengan baik, benar dan
bertanggung jawab.
Walaupun
demikian, perubahan atau pengantian Undang – Undang Dasar pernah terjadi dua
kali yaitu :
1. Bulan
Desember 1949, dalam rangka mendapatkan pengakuan Belanda atas kemerdekaannya,
Indonesia terpaksa harus menerima Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS),
yang berlaku disebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan
Undang – Undang Dasar 1945 masih berlaku disebagian pulau Jawa dan Sumatra,
dengan Ibukota Yogyakarta.
2. Pada
tanggal, 17 Agustus 1950, Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), kembali
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi dengan Undang – Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia (1950).
Konstituante
yang ditugaskan untuk membuat Undang – Undang Dasar yang baru. gagal
melaksanakan tugasnya.
Maka
pada tanggal. 5 Juli 1959, dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, kembali kepada Undang – Undang Dasar 1945.
(Dikutip dari BAHAN PENATARAN, terbitan
BP – 7 Pusat, tahun 1997).
Sepanjang
usia Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang – Undang Dasar 1945 belum pernah
dilaksanakan dengan baik, benar dan bertanggung jawab, sehingga Undang – Undang
Dasar 1945 belum teruji dalam penyelenggaraan negara.
Walaupun
demikian dengan mempelajari pasal – pasal dalam Undang – Undang Dasar 1945,
sudah dapat dilihat beberapa kekurangan dari Undang – Undang Dasar 1945, yang
harus segera disempurnakan.
Mungkin
karena bangsa Indonesia sudah sangat terbiasa diperintah dibawah kekusaan
penjajah, maka walaupun sudah merdeka, penyelenggara negara masih berada dalam
pengaruh alam penjajah, sehingga penyelenggara negara bukannya mengelola bangsa
dan negara untuk mencapai tujuan kemerdekaannya, malahan berusaha untuk
menguasai bangsa dan negara demi kepentingan pribadi atau golongan
Rakyat
tidak bisa menerima penumpukan kekusaan, sehingga pada tahun 1998, timbulah
gelombang protes yang dikenal dengan gerakan Reformasi, yang menghendaki
perubahan dalam pengelolaan kehidupan bangsa dan negara.
Gerakan
Reformasi ini kemudian juga “mereformasi” Undang – Undang Dasar 1945 sampai
empat kali yaitu :
1. Amandemen
pertama ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999.
2. Amandemen
kedua ditetapkan pada tanggal, 18 Agustus 2000.
3. Amandemen
ketiga ditetapkan pada tanggal, 9
November 2001.
4. Amandemen
keempat ditetapkan pada tanggal, 10 Agustus 2002.
Sejak
Undang – Undang Dasar 1945 dirubah atau diamandemen,
tidak ada yang memberikan komentar atas isi amandemen Undang – Undang Dasar
1945 tersebut, mungkin karena Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat waktu itu adalah Prof. Dr.H.M. Amien Rais, yang waktu
itu disebut sebagai Bapak Reformasi.
Akan
tetapi setelah berjalan 13 tahun, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan
bertambah baik, malahan makin jauh dari harapan rakyat Indonesia, untuk dapat
menikmati tujuan kemerdekaannya.
Kalau
kita mencoba untuk menelusuri sejarah, sejak perjuangan mencapai kemerdekaan,
mempertahankan kemerdekaan, sampai sekarang sudah 67 tahun waktu berlalu, sejak
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, cita – cita kemerdekaan
bangsa Indonesia, tidak pernah terwujud, yang ada hanya fatamorgana, yang
mengecoh pandangan dan pemikiran sehat rakyat Indonesia.
Segala
sesuatu yang terjadi dialam semesta ini, selalu mempunyai penyebab.
Oleh
karenanya dicoba menelusuri penyebab dari kegagalan bangsa Indonesia, mencapai
tujuan kemerdekaannya.
Penelusuran
terhadap Undang – Undang Dasar 1945 sebagai dasar bagi penyelenggaraan negara.
memberi kesimpulan bahwa :
1. Undang
– Undang Dasar 1945, cocok dan baik untuk bangsa Indonesia.
2. Penyelenggaran
negara, tidak dilaksanakan menurut dengan Undang – Undang Dasar 1945, secara baik,
benar dan bertanggung jawab.
3. Gerakan
Reformasi (1998), menilai bahwa Undang – Undang Dasar 1945 memiliki banyak kekurangan
dan kelemahan, oleh sebab itu harus dimandemen.
4. Ternyata
amandemen Undang – Undang Dasar 1945, menyimpang dari maksud dan tujuan Undang
– Undang Dasar 1945.
5. Penyimpangan
ini sangat fatal, yang bisa membawa Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada
kehancuran.
Banyak
sekali penyimpangan atau kekeliruan yang terdapat dalam amandemen Undang –
Undang Dasar 1945.
Sejak
mulai amandemen pertama sampai amandemen keempat sarat dengan penyimpangan
terhadap maksud dan tujuan Undang – Undang dasar 1945, seperti yang dituangkan
didalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.
Keadaan
ini apabila dibiarkan berlarut – larut, akan membawa Negara Kesatuan Republik
Indonesia kepada kehancuran.
Oleh
sebab itu harus ada tindakan dari negara untuk mengatasi hal yang sangat
berbahaya ini, misalnya Presiden sebagai pimpinan lembaga eksekutif, membentuk
team yang bebas (independen) untuk mempelajari, meneliti, dan membuat usulan
penyempurnaan Undang – Undang Dasar 1945, untuk disampaikan kepada seluruh
rakyat Indnesia.
Sehingga
segala sesuatu kembali kepada fungsinya masing – masing, kehidupan berbangsa
dan bernegara bisa berlangsung, sesuai dengan yang dikehendaki dalam Pembukaan
Undang – Undang Dasar 1945.
Semua
yang diungkapkan dalam tulisan ini hanyalah suatu alur pemikiran tentang
Undang – Undang dasar 1945 dan amandemennya, berdasarkan kepentingan bangsa dan
negara.
Pasti
banyak alur pemikiran atau pendapat lain yang berbeda, mudah – mudahan semua
pemikiran dan pendapat yang berbeda, menyatu untuk mencapai kesempurnaan
pemikiran bangsa dalam memahami Undang – Undang Dasar 1945, guna pembangunan
bangsa dan negara dalam mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dibawah
ini akan diuraikan pemikiran penulis, tentang maksud dan tujuan pasal - pasal
Undang – Undang Dasar 1945, sebelum diamndemen, dibandingkan dengan sesudah
diamandemen.
PENYIMPANGAN YANG TERDAPAT PADA
AMANDEMEN
UNDANG – UNDANG DASAR 1945.
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
Sebelum
diamandemen :
(1)
Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Rapublik.
(2)
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Pengertiannya adalah :
Negara
Indonesia, adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, maka dengan demikian
maka Negara Indonesia selengkapnya disebut : Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara
Kesatuan maksudnya bukanlah negara serikat, atau negara
federasi seperti Amerika Serikat (USA), tetapi Negara Republik Indonesia yang
terdiri dari banyak pulau, banyak suku bangsa, banyak adat istiadat, yang bersatu didalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kedaulatannya berada ditangan rakyat, artinya rakyat sebagai pemilik negara,
atau negara didirikan guna kepentingan rakyat, oleh karenanya
rakyat harus ikut aktif didalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wadah
bagi perwujudan / pelaksana dari kedaulatan rakyat tersebut, adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yang disebut
sebagai lembaga tinggi dan tertinggi negara,
Sesudah diamandemen :
(1)
Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
(2)
Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar.
(3)
Negara
Indonesia adalah negara hukum.
Penyimpangannya terdapat pada :
1. Ayat
(2), menyatakan bahwa kedaulatan berada
ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar, akan tetapi
tidak ditetapkan lembaga pelaksananya. Padahal untuk melaksanakan sesuatu,
disamping ada cara untuk melaksanakannya, harus ada pula wadah / lembaga untuk
pelaksanaannya, seperti yang ditetapkan dalam pasal dan ayat yang sama, sebelum diamandemen.
Amandemen
pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945, mengapuskan fungsi Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana sepenuhnya dari kedaulatan rakyat. dan
ditetapkan pada tanggal, 9 November
2001, oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dengan demikian maka
terhitung sejak tanggal, 9 November 2001,
a. Majelis
Permusyawaratan Rakyat tidak lagi menjadi pelaksana dari kedaulatan rakyat,
oleh karenanya semua keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat terhitung sejak
tanggal, 9 November 2001, tidak sah, tidak bisa diberlakukan, karena tidak
berdasarkan pelaksanaan dari kedaulatan rakyat.
b. Selama
Majelis Permusyawaratan Rakyat bukan pelaksana sepenuhnya dari kedaulatan
rakyat, maka wakil – wakil rakyat tidak lagi menjadi anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
c. Majelis
Permusyawaratan Rakyat, menjadi lembaga yang kosong, tanpa isi dan tanpa
wewenang sebagaimana seharusnya.
Tindakan
menyingkirkan kedaulatan rakyat dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, oleh wakil
– wakil rakyat, bisa dikategorikan sebagai tindakan pengkhianatan wakil – wakil
rakyat terhadap rakyat yang diwakilinya.
2.
Ayat
(3), Negara Indonesia adalah Negara hukum.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia didirikan berdasarkan Konstitusi, Undang – Undang
Dasar 1945, dan dengan demikian maka sudah jelas bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia, adalah negara hukum, tidak perlu diperjelas lagi didalam Undang –
Undang Dasar. 1945.
Ayat
(3) sama halnya menjelaskan yang sudah jelas, artinya ayat ini mubazir, tidak
diperlukan.
Apabila ingin disempurnakan, sebaiknya pasal 1 ini berbunyi sebagai berikut :
(1) Negara
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, dan untuk seterusnya
disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan,
perwakilan, serta keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2)
Dasar
negara ini dinamakan atau disebut sebagai lima dasar atau PANCA SILA.
(3) Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
Sebebelum
diamandemen
(1)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
ditambah dengan utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan – golongan,
menurut aturan yang ditetapkan dengan undang – undang.
(2)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun diibu-kota
negara.
(3)
Segala
putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak.
Pada
awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum ada wakil – wakil
rakyat untuk mengisi lembaga – lembaga negara.
Jadi
sangat masuk diakal apabila anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat diambil dari
anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Akan
tetapi sesudah negara mampu melaksanakan pemilihan umum untuk memilih wakil –
wakil rakyat untuk duduk di lembaga – lembaga perwakilan, kita harus berfikir
bahwa sebagai lembaga tinggi dan tertinggi negara, maka :
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat, yang
melaksanakan seutuhnya kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah wakil – wakil rakyat yang diusulkan dan
dipilih langsung oleh rakyat.
3. Anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi terdiri
dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, akan tetapi anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat diusulkan dan dipilih oleh rakyat, melalui pemilihan
umum.
4. Dengan
demikian, maka wakil – wakil rakyat, sebagian diusulkan dan dipilih untuk
bertugas di Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan sebagian lagi untuk bertugas di
Dewan Perwakilan Rakyat.
5. Ketentuan
tentang persyaratan serta jumlah wakil – wakil rakyat yang duduk didalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat, diatur dengan undang –
undang.
6. Menurut
sila keempat PANCA SILA, pengambilan
keputusan didalam lembaga perwakilan, harus melalui cara yang bijaksana dalam
musyawarah untuk mufakat, oleh sebab itu jumlah anggota tidak menentukan dalam mengambil keputusan, karena pengambilan
keputusan tidak berdasarkan jumlah suara terbanyak.
Oleh sebab itu, anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, demikian
juga halnya dengan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Keputusan
melalui suara terbanyak, hanya dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Sedangkan untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan kebijaksanaan
dalam bermusyawarah.
Musyawarah untuk menentukan calon – calon pasangan
Presiden dan Wakil Presiden. keputusannya adalah atas kesepakatan bersama, menenentukan
dua atau tiga pasang calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yang hampir sama
baik dan patutnya.
Calon - calon Presiden dan Wakil Presiden yang sudah
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, dipilih dengan pemungutan
suara, dan diputuskan berdasarkan perolehan suara terbanyak. sehingga pasangan
yang manapun terpilih, tidak akan menimbulkan masalah, artinya pasti akan
diterima dengan baik oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan
rakyat, atau dipilih langsung oleh rakyat, tidak menyimpang dari jiwanya Undang
– Undang Dasar 1945.
8. Ada
perbedaan tugas dan tanggung jawab, antara Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat adalah pelaksana kedaulatan rakyat
yang mempunyai fungsi perencanaan, pembuat ketetapan, pemberian wewenang serta
pengawasan atas penyelenggara negara.
Sedangkan Dewan
Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang mempunyai fungsi mensahan (legislator) rancangan undang – undang.
Dengan
demikian maka persyaratan bagi wakil rakyat yang akan duduk didalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat, berbeda dengan wakil rakyat untuk Dewan Perwakilan
Rakyat, masing – masing dengan persyataran tersendiri.
9. Sebagai
manusia, wakil – wakil rakyat tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh
sebab itu guna memperkecil kekeliruan dan kesalahan dalam perencanaan dan
pengawasan terhadap jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara, maka
keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diperlukan, bisa ditambah
dengan utusan daerah dan golongan.
Ibarat
kata pepatah : Duduk sendiri bersempit -
sempit, duduk bersama berlapang - lapang
Utusan daerah dan golongan (organisasi
kemasyarakatan) adalah utusan dari daerah atau golongan yang ditugaskan oleh
daerah atau golongan yang berkepentingan guna menyampaikan pendapat atau
masukan sesuatu yang luput dari perhatian wakil - wakil rakyat, tetapi bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.
Keikut sertaan utusan daerah dan golongan adalah
untuk melengkapi yang kurang dan mengumpulkan yang tercecer.
Utusan
daerah atau golongan sifatnya insidentil, tergantung situasi dan kondisi
didaerah yang berkepentingan dan wakilnya adalah orang yang menguasai materi
yang akan disampaikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Oleh
karenanya utusan daerah dan golongan, bukanlah anggota tetap Majelis
Permusyawaratan Rakyat, tetapi bersifat sewaktu – waktu diperlukan.
Amandemen pasal 2 ayat (1) :
Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih melalui pemilihan umum dan
diatur lebih lanjut dengan undang – undang.
Penyimpangan
:
(1) Sebagaimana
telah dijelaskan diatas, bahwa utusan daerah dan golongan adalah sebagai
tambahan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diperlukan. Jadi
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tanggal, 9 November 2001, yang merubah
pasal 2, dengan merubah utusan daerah menjadi
Dewan Perwakilan Daerah adalah
tindakan yang salah.
(2) Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, anggotanya adalah
wakil – wakil rakyat, bukan wakil daerah, karena daerah bukan rakyat Indonesia,
jadi tidak mempunyai kedaulatan atas negara.
Daerah
adalah tempat bermukimnya rakyat Indonesia.
Keputusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang membuat Dewan Perwakilan Daerah sebagai
wadah wakil – wakil daerah, dan menjadikannya
sebagai lembaga negara, kemudian mempunyai hak sebagai anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yang berarti Daerah berdaulat atas Negara Kesatuan
Republik Indonesia, adalah tindakan yang sangat keliru dan mengada – ada,
tindakan yang menghamburkan keuangan negara untuk hal – hal yang tidak
diperlukan, yang merugikan rakyat.
Ketetapan
didalam pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, adalah
sangat tepat, dimana utusan daerah dan
golongan bisa ditambahkan apabila diperlukan.
Kalaupun
harus diamandemen, sebaiknyanya amandemen pasal 2 ayat (1) Undang – Undang
Dasar 1945, adalah untuk memperjelas keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(1)
Anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah wakil – wakil rakyat yang diusulkan dan
dipilih oleh rakyat.
(2)
Jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, berdasarkan kebutuhan, yang diatur
dengan undang – undang.
(3)
Utusan
daerah dan golongan, bukanlah anggota tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat, keberadaannya
didalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah untuk menyampaikan hal khusus
dari daerah atau golongan, yang bermanfaat bagi kemajuan pembangunan bangsa dan
negara.
Pasal 3
Sebelum diamandemen :
Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan undang – undang dasar dan dari pada garis – garis besar haluan negara.
Maksudnya
adalah :
1. Majelis
permusyawatan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat disamping menetapkan
undang – undang dasar, juga yang membuat dan menetapkan, rencana induk dari
pembangunan bangsa dan negara ( Garis – Garis Besar Haluan Negara), guna
memastikan tujuan pembangunan bangsa dan negara, yaitu mencapai cita – cita kemerdekaan
bangsa Indonesia.
2. Semua
rencana pembangunan bangsa dan negara yang akan dilaksanakan oleh negara, harus
berdasarkan rencana induk atau Garis – Garis Besar Haluan Negara yang sudah
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesudah diamandemen berbunyi :
(1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang – Undang Dasar.
(2)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(3)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang – Undang Dasar.
Kekurangan
dan kekeliruan :
1. Menghapuskan
kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat dan menetapkan Garis –
Garis Besart Haluan Negara, adalah ketetapan yang salah, karena dengan
demikian, negara tidak lagi memliki petunjuk arah yang pasti bagi pelaksanaan
pembangunan bangsa dan negara.
2. Sebagai
pelaksana dari Kedaulatan Rakyat, maka kewenangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat seharusnya mencerminkan dengan seutuhnya pelaksanaan kedaulatan rakyat
didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan malahan dikurangi.
Ibarat kapal yang berlayar tanpa petunjuk arah yang
pasti dan jelas, kapal akan berlayar mengikuti arah yang ditentukan oleh
jurumudinya, bukan berlayar untuk mencapai tujuan penumpangnya.
Apabila
merujuk kepada BAB II Undang – Undang
Dasar 1945, sebelum diamandemen, maka amandemen seharusnya disamping
berwenang membuat dan menetapkan Garis – Garis Besar Haluan Negara, masih diperlukan pasal tambahan tentang
kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, antara lain :
1.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, memilih dan menetapkan calon Presiden dan calon Wakil
Presiden, maksimal tiga pasang dan minimal dua pasang calon Presiden dan calon
Wakil Presiden.
2.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat memilih/melantik Presidfen dan Wakil Presiden.
3.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat mengawasi lembaga – lembaga tinggi negara.
4. Majelis
Permusyawaratan Rakyat melantik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, memilih dan melantik
Ketua Mahkamah Agung.
5.
Pimpinan
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pimpinan kolektif, yang terdiri dari
beberapa orang ketua yang berkedudukan sama, jumlah dan pembagian tugasnya
ditetapkan dengan undang – undang.
6.
Anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah wakil – wakil rakyat yang dipilih
melalui pemilihan umum dengan jumlah
sesuai kebutuhan.
7.
Keputusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, harus berdasarkan musyawarah untuk mufakat,
bukan berdasarkan jumlah suara terbanyak.
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA
Pasal 4
(1)
Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang – Undang Dasar.
(2)
Dalam
melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Maksudnya adalah :
Presiden
dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat / melalui wakil – wakilnya, bukanlah pemegang kekuasaan, akan
tetapi yang mendapat kewenangan dari rakyat
guna mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan berpegang teguh kepada
Undang – Undang Dasar dan undang – undang dibawahnya, untuk membawa bangsa dan
negara mencapai tujuan kemerdekaannya, sebagaimana yang telah ditetapkan
didalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.
Kekurangan
pada pasal 4 ayat (1) ini, adalah kata – kata . . . “memegang kekuasaan
pemerintahan”. . . yang diartikan oleh penyelenggara negara sebagai yang
berkuasa untuk memerintah, sehingga melupakan tujuan kemerdekaan, berganti
dengan keinginan pencapaian ambisi – ambisi pribadi maupun kelompok / golongan..
Sebaiknya
pasal 4 ayat (1) disempurnakan menjadi : Presiden
Republik Indonesia diberi kewenangan oleh rakyat Indonesia untuk mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan kemerdekaan Bangsa Indonesia,
dengan berpegang teguh kepada Undang – Undang Dasar 1945, dan bertanggung jawab
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 4, tidak diamandemen
Pasal 5
Sebelum diamandemen :
(1) Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang – undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang – undang sebagaimana
mestinya.
Maksudnya adalah :
Presiden
dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan
kemerdekaan bangsa Indonesia, membutuhkan undang – undang, yang sudah disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Untuk menjalankan undang – undang,
Presiden membuat peraturan pemerintah.
Sesudah diamandemen :
(1)
Presiden
berhak mengajukan rancangan undang – undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan peraturan
pemerintah untuk menjalankan undang – undang sebagaimana mestinya.
Mengajukan
rancangan undang – undang, tidak bisa dikatakan hak Presiden, akan tetapi
merupakan kebutuhan dari Presiden.
Dengan demikian maka pasal 5 ayat (1)
sebaiknya berbunyi :
Untuk melaksanaan pembangunan
bangsa dan negara menuju tercapainya cita – cita kemerdekaan bangsa Indonesia, Presiden
harus membuat rancangan undang – undang yang dibutuhkan untuk diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
guna dijadikan undang – undang.
Pasal 6
Sebelum diamandemen :
(1)
Presiden
ialah orang Indonesia asli.
(2)
Presiden
dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara
terbanyak.
Ayat (1) menegaskan bahwa Presiden Negara Kesatuan
Republik Indonesia, haruslah bangsa Indonesia
asli.
Tujuan menentukan orang Indonesia asli adalah agar
supaya Presiden dan Wakil Presiden adalah orang yang mengerti dan menghayati
kebudayaan, adat istiadat, bangsa Indonesia yang beragam.
Sehingga dalam kepemimpinannya, bisa bersikap bijaksana,
luwes, bisa menyesuaikan diri dengan seluruh komponen bangsa.
Sesuai peribahasa : Dikandang kambing mengembik,
dikandang kerbau menguak.
Artinya seorang Presiden dan Wakil Presiden tidak
dianggap, dirasakan asing atau berbeda
oleh rakyatnya.
Harus ada ketetapan yang pasti tentang persyaratan
untuk menyatakan bahwa seseorang itu adalah bangsa Indonesia asli.
Keaslian ini sangat berkaitan dengan faktor keturunan,
maka apabila disepakati, seseorang dikatakan sebagai bangsa Indonesia asli, adalah
apabila berasal dari garis keturunan suku bangsa asli Indonesia.
Sesudah diamandemen :
Calon Presiden dan calon Wakil
Presiden haruslah seorang warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendak sendiri, tidak pernah menghianati
negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Komentar
:
Dengan
dihapuskannya syarat orang Indonesia
asli bagi Presiden dan Wakil Prsiden, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden
Negara Kesatuan Republik Indonesia, bisa berasal dari keturunan bangsa mana
saja yang ada didunia ini, asal dia sejak lahirnya sudah menjadi warganegara
Indonesia.
Dengan
berdasarkan pasal ini, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia, bisa memiliki Presiden dan / atau Wakil
Presiden,yang orang tuanya berasal bukan dari bangsa Indonesia asli.
Selain
persyaratan tentang keturunan, calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus
juga memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
Karena
negara berdasarkan Panca – Sila, maka harus taat melaksanakan / menjalani
kehidupannya berdasarkan tuntunan agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang
dianutnya
2.
Tidak
pernah menjadi warganegara lain, selain warganegara Indonesia.
3.
Tidak
pernah melakukan tindakan yang merugikan negara.
4.
Tidak
pernah menghianati negara.
5.
Bermoral
dan bermentalitas baik, jujur dan adil.
6.
Mempunyai
kemampuan untuk memikul tanggung jawab, membangun bangsa dan negara guna
mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pasal 6 A
Hasil amandemen :
(1)
Presiden
dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2)
Pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Komentar :
(1) Perubahan
tata cara pemilihan presiden yang semula dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat menjadi dipilih langsung oleh rakyat, tidak melanggar / menyalahi Undang
– Undang Dasar 1945, karena rakyat adalah pemilik kedaulatan atas Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketetapan
bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. sama sekali
tidak bisa diterima, karena melanggar hak kedaulatan rakyat.
Rakyat hanya
mempunyai hak memilih, tapi tidak mempunyai hak menentukan calon yang akan
dipilih.
Hak kedaulatan rakyat adalah hak
menentukan calon wakil – wakilnya, dan hak memilih wakil – wakilnya.
Apabila
rakyat harus memilih wakil – wakilnya berdasarkan calon yang diusulkan oleh
partai politik, maka partai politik
sudah mengambil alih kedaulatan rakyat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
bukan lagi negara yang berkedaulatan rakyat, akan tetapi negara yang
berkedaulatan partai politik.
Ini
sama halnya dengan partai politik
melakukan pengambil alihan kedaulatan atas Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dari tangan rakyat Indonesia.
Melihat
kejadiannya dan keberadaannya ditengah masyarakat, partai politik termasuk
ketegori organisasi kemasyarakatan, sebagai pencerminan dari pasal 28 Undang –
Undang Dasar 1945 : Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.
Partai politik tidak boleh dan
tidak berhak atas dasar apapun, mengambil seluruh atau sebagian dari hak
kedaulatan rakyat.
Partai
politik yang mempunyai kader – kader dan anggota, tidak bisa menyatakan bahwa
partai yang bersangkutan juga memiliki hak kedaulatan rakyat.
Hak
kader dan anggota partai politik, sama haknya dengan hak warga negara yang
lain. Hak kedaulatan rakyat, adalah hak perorangan, bukan hak kelompok atau golongan.
Hak menentukan calon Presiden dan
calon Wakil Presiden, adalah hak kedaulatan rakyat, bukan hak partai politik.
Sebagai
sumbangan pemikiran untuk penyempurnaan pasal 6 Undang – Undang dasar 1945,
alangkah baiknya penyempurnaannya, memakai pertimbangan sebagai berikut :
a. Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, maka,
setiap warganegara Republik Indonesia, berhak mengusulkan calon Presiden dan
calon Wakil Presiden, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, untuk diteliti dan
dipertimbangkan.
b. Majelis
Permusyawaratan Rakyat, mempelajari, mempertimbangkan dan menyeleksi calon -
calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan, kemudian dengan musyawarah, memutuskan
minimal dua pasang, maksimal tiga pasang calon Presiden dan Wakil Presiden
untuk maju sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan dipilih langsung
oleh rakyat
c. Semua
persyaratan bagi calon Presiden dan Wakil Presiden, serta tata cara
pengusulannya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat diatur dengan undang – undang.
Pasal 7A
Pasal 7A ini adalah pasal tambahan hasil
dari amandemen, yang berbunyi :
Presiden
dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan , tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Komentar
:
Presiden
dan Wakil Presiden adalah salah satu simbol
tertinggi negara yang harus dijaga dan dihormati.
Presiden
dan Wakil Presiden adalah gambaran atau refleksi dari bangsa dan Negara
Indonesia.
Oleh
sebab itu maka sanksi bagi Presiden dan Wakil Presiden, adalah wujud rakyat
dalam menghormati dan menjaga Presiden dan Wakil Presiden.
Dengan
demikian sanksi terhadap Presiden dan Wakil Presiden bisa disebutkan sebagai
berikut :
Presiden
dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,
apabila telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi (termasuk
sumpah/janji), melanggar norma – norma agama, norma – norma kesusilaan, dan
terbukti secara rohani maupun jasmani, tidak lagi mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagai Presiden.
Apabila
Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran, dapat diadukan kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat, oleh siapa saja, asal dilengkapi dengan bukti –
bukti yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan.
Apabila
cukup bukti yang meyakinkan, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat kemudian
meminta lembaga kehakiman untuk mengusut dan memberikan pertimbangan atas
pengaduan tersebut, baru kemudian mengambil keputusan terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 7B
(1)
Usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, hanya dengan terlebih
dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela,
dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2)
Pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan
permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna, yang dihadiri oleh
sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah
Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil – adilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah
Konstitusi.
(5) Apabila
Mahkamah Konstitusi memutus bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memnuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan siding
paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden,
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis
Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul
Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis
Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang dihadiri oleh sekurang – kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui
oleh sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir setelah Presiden
dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat
paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Komentar :
1. Ayat
(1) menyatakan bahwa yang bisa menuntut Presiden adalah/hanya Dewan Perwakilan
Rakyat, sebagai pelaksanaan dari fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketetapan
ini tidak tepat karena :
1.1 Dewan Perwakilan Rakyat, walaupun
anggotanya adalah wakil – wakil rakyat, akan tetapi tidak mempunyai mempunyai
fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan adalah fungsinya Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
1.2 Apabila
Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan kesalahan yang melanggar Undang –
Undang Dasar, undang – undang, pelanggaran moral, atau pelanggaran lainnya,
maka yang paling tepat mengajukan pengaduan adalah yang bersangkutan langsung
terhadap pelanggran tersebut.
1.3 Siapapun
berhak menuntut siapapun termasuk Presiden dan Wakil Presiden sekalipun,
apabila memiliki bukti – bukti dan saksi - saksi yang cukup dan benar serta
bisa dipertanggung jawabkan.
2. Ketetapan
bahwa keputusan untuk mengajukan tuntutan atas pelanggaran Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak bisa dengan berdasarkan jumlah suara terbanyak, akan
tetapi harus berdasarkan bukti dan saksi yang cukup, benar dan dapat
dipertanggung jawabkan
3. Ayat
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut.
Disini dinyatakan bahwa usul Dewan Perwakilan
Rakyat, mewajibkan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk bersidang. Ini
mengisyaratkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat berkedudukan lebih tinggi dari
Majelis Pernusyawaratan Rakyat, padahal, Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah
lembaga tinggi dan tertinggi negara.
4. Ayat
(7), Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya diberi kesempatan memberikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan didalam
sidang – sidang pengadilan Mahkamah Konstitusi.
5. Setelah
diputus oleh Mahkamah Konstitusi, baru Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan untuk memberikan penjelasan.
Perlakuan ini melanggar hak – hak warganegara, yang
sama dihadapan hukum.
6. Didalam
pasal 7B, disebut sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, apakah yang
dimaksud dengan sidang paripurna, dan apa bedanya dengan Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Usulan
:
Sebagaimana penjelasan untuk pasal 7A, bahwa
Presiden dan Wakil Presiden adalah simbol tertinggi negara yang harus dijaga
dan dihormati, dan pelanggarannya bisa saja pelanggaran terhadap konstitusi, moral,
atau pelanggaran susila.
Cara yang paling bijaksana untuk mengadukan
pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden adalah oleh yang
bersangkutan / berkepentingan langsung dengan bukti dan saksi yang cukup dan
bisa dipertanggung jawabkan, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang nanti
berwenang meneruskan hal tersebut kepada Mahkamah Agung, sebagi lembaga kehakiman
tertinggi.
Khusus
untuk mengadili Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol tertinggi negara,
dilaksanakan dengan cara yang berbeda dari warganegara
lainnya, tetapi kedudukannya dihadapan hukum sama dengan warga negara lainnya.
Apabila diperlukan, Mahkamah Agung bisa dan dapat
melibatkan lembaga - lembaga kehakiman lain dibawahnya dan atau bekerja sama
dengan Mahkamah Konstitusi.
Pasal
7 C
Presiden
tidak bisa membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Komentar :
Pasal
7 C ini, tidak diperlukan karena Presiden dan Wakil Presiden bekerja dan bertindak
menurut konstitusi.
Konstitusi
tidak membuka kemungkinan bagi kedua lembaga ini saling menjatuhkan, bahkan
konstitusi menghendaki kedua lembaga ini saling bekerja sama, dalam membangun
bangsa dan negara.
Presiden
diberi kewenangan oleh rakyat untuk mengelola kehidupan berbangsa dan
bernegara, guna mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sedangkan
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang anggotanya terdiri dari
wakil – wakil rakyat, yang diberi kewenangan oleh rakyat untuk bermusyawarah
dengan Presiden membahas dengan bijaksana rancangan undang – undang untuk dijadikan
undang – undang.
Dengan
demikian tidak mungkin Presiden sebagai yang diberi kewenangan oleh rakyat,
membubarkan atau membekukan lembaga tinggi negara yang anggotanya adalah wakil
– wakil rakyat.
Demikian
juga sebaliknya, Dewan Perwakilan Rakyat walaupun anggotanya adalah wakil –
wakil rakyat, tidak bisa memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, karena
wewenangnya adalah mensahkan rancangan undang – undang menjadi undang – undang.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat juga tidak bisa memberhentikan Presiden dan atau Wakil
Presiden tanpa dasar hukum atau undang – undang yang berlaku.
Sebagai
warganegara, haknya sama dihadapan hukum, maka baik Presiden dan atau Wakil
Presiden, wakil rakyat, ataupun anggota lembaga yudikatif, siapa saja, apabila
terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap undang – undang, tetap
bisa diadili sesuai undang – undang dan peraturan yang berlaku.
Pengawasan
dan penindakan atas lembaga tinggi negara hanya bisa dilakukan oleh lembaga
tinggi dan tertinggi negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 8
Sebelum
diamandemen :
Jika Presiden mangkat, berhenti,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh
wakil Presiden sampai habis waktunya.
Sesudah
diamandemen :
(1) Jika
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
habis masa jabatannya.
(2)
Dalam
hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat – lambatnya dalam waktu enam
puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
(3) Jika
Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas kepresidenan adalah Menteri
Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama – sama.
Selambat – lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan
Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari
dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai
politik yang pasangan Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai berakhir masa
jabatannya.
Komentar :
1. Dalam
ayat (1) tidak perlu dinyatakan secara detail, karena yang pokok disini adalah
Presiden berhalangan tetap, apapun alasannya.
2. Ayat
(2), sebaiknya melihat, mempertimbangkan waktu yang tersisa dari masa jabatan
Presiden.
3. Karena
partai politik, tidak memiliki hak
kedaulatan rakyat, maka dalam ayat (3) hal – hal yang menyangkut partai politik
harus dihilangkan.
Dengan
demikian, pasal 8 sebaiknya berbunyi :
(1) Jika
Presiden mangkat atau berhalangan tetap, dan tidak bisa lagi melakukan
kewajibannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden, sampai habis masa jabatannya.
(2) Dalam
hal ketiadaan Wakil Presiden, apabila diperlukan, Presiden mengajukan dua calon
Wakil Presiden untuk dipilih dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, sebagai Wakil Presiden.
(3) Jika
Presiden dan Wakil Presiden secara bersama, berhalangan tetap untuk melakukan
kewajibannya, maka berdasarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pelaksana
tugas dan kewajiban Presiden adalah
Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama
– sama, sampai dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden yang baru.
Pasal 9
Sebelum diamandemen :
Sebelum memangku jabatannya,
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh
– sungguh dihadapan Majelis Permusyawaearan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai berikut :
Sumpah
Presiden (Wakil Presiden) :
“Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Prsiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik – baiknya dan seadil –adilnya, memegang teguh Undang –
Undang Dasar dan mejalankan segala undang – undang dan peraturannya dengan
selurus – lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”
Janji
Presiden (Wakil Presiden) :
“Saya berjanji dengan sungguh
– sungguh akan memenuhi kewajiban
Prsiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik – baiknya dan seadil –adilnya,
memegang teguh Undang – Undang Dasar dan mejalankan segala undang – undang dan peraturannya
dengan selurus – lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”
Komentar :
Pada
waktu Undang – Undang dasr 1945 disahkan, pada tanggal 18 Agustus 1945, Majelis
Permusyawaratan Rakyat belum ada, sehingga dalam pasal 9, disebutkan bahwa
sebelum memangku jabatan Presiden dan Wakil Presiden mengucapkan janji didepan
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.
Sekarang
karena Majelis Permusyawaratan Rakyat sudah ada, maka Presiden dan Wakil
Presiden yang dilantik berdasarkan keputusan dan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka
pengucapan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan didepan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pengambilan
sumpah atau janji, karena bernuansa hukum, dilaksanakan oleh Ketua Mahkamah
Agung atau yang mewakili, atas permintaan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
disaksikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan
demikian, pelanggaran atas sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden dapat
dituntut secara hukum.
Pasal 13
Sebelum
diamandemen :
(1)
Presiden
mengangkat duta dan konsul.
(2)
Presiden
menerima duta negara lain.
Sesudah
diamandemen :
(1)
Presiden
mengangkat duta dan konsul.
(2)
Dalam
hal mengangkat duta , Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(3)
Presiden
menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Walaupun
anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah wakil – wakil rakyat, akan tetapi
lembaganya atau Dewan Perwakilan Rakyat,
bukanlah lembaga yang berwenang memberikan pertimbangan.
Pertimbangan
– pertimbangan yang dibutuhkan oleh Presiden dalam pelaksanaan tugas dan
kewajibannya, seharusnya diberikan oleh / dimintakan kepada Dewan Pertimbangan
Agung,
Pasal 14
Sebelum
diamandemen :
Presiden memberi grasi, amnesti,
abolisi dan rehabilitasi .
Sesudah diamandemen :
(1) Presiden
memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
(2) Presiden
memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Sama
halnya dengan pasal 13, Dewan Perwakilan Rakyat, bukanlah lembaga
yang berwenang memberikan pertimbangan, oleh sebab itu karena pasal 14
terkait masalah hukum, maka pertimbangan
diminta dari Mahkamah Agung dan Dewan Pertimbangan Agung.
Baru
kemudian apabila pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi tersebut
harus dengan undang – undang, maka diusulkan rancangan undang – undangnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal
15.
Sebelum diamandemen :
Presiden memberi gelaran, tanda
jasa dan lain – lain tanda kehormatan.
Sesudah diamandemen :
Presiden memberi gelar, tanda
jasa,dan lain – lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang – undang.
Akan
lebih baik apabila pasal ini ditambahkan dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Pertimbangan Agung.
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16
Sebelum
diamandemen :
(1)
Susunan
Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang – undang.
(2)
Dewan
ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan
usul kepada pemerintah,
Dewan Pertmbangan Agung ini sangat
penting untuk meberikan masukan kepada pengelola kehidupan berbangsa dan
bernegara (termasuk didalamnya lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif).
Hal
ini terlihat dalam ayat (2), . . .
mengajukan usul kepada pemerintah.
Pemerintah adalah penyelenggara
negara, dalam hal ini bukan hanya lembaga eksekutif saja, akan tetapi termasuk
juga lembaga legislatif dan yudikatif
Dalam
pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk meminimalkan kesalahan dan
kekeliruan yang akan merugikan perjuangan menuju tercapainya cita – cita
kemerdekaan bangsa Indonesia, semua lembaga negara memerlukan pertimbangan dan
nasihat dari pihak lain, maka oleh sebab itu Undang – Undang Dasar 1945
menetapkan Dewan Pertimbangan Agung sebagai salah satu lembaga tinggi negara
yang berkewajiban memberikan pertimbangan dan nasihat kepada lembaga tinggi
negara lainnya.
Dewan Pertimbangan Agung mempunyai
kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada pemerintah (penyelenggara
negara), bukan hanya kepada Presiden saja sebagai pimpinan eksekutif, tetapi
juga kepada lembaga – lembaga tinggi negara lainnya, seperti Dewan Perwakilan
Rakyat dan Mahkamah Agung.
Karena
Dewan Pertimbangan Agung termasuk lembaga tinggi negara, maka kedudukannya
sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya.
Dewan Pertimbangan Agung adalah
lembaga tinggi Negara, kiranya dengan
dasar atas keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bermartabat dan
bijaksana, terhindar dari kesalahan, kekurangan dan kekeliruan, yang akan merugikan
pembangunan bangsa dan negara, maka Dewan Pertimbangan Agung tidak bisa
dihapuskan dan harus segera diadakan lagi.
Pasal 16
Sesudah
diamandemen :
Presiden membentuk suatu dewan
pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden yang
selanjutnya diatur dalam undang – undang.
Terjadi
penyimpangan terhadap Undang – Undang Dasar 1945 :
1. Pasal
16 Undang – Undang Dasar 1945, termasuk didalam BAB IV, kemudian karena isi BAB IV dihapuskan, maka isi pasal 16 juga ikut dihapuskan. Akan
tetapi BAB IV dan pasal 16 tetap ada dalam keadaan tidak diisi.
Sehingga penghapusan
ini menjadi lengkap sebagai bukti perjalanan sejarah bangsa.
2. Dewan
Pertimbangan Presiden, tidak bisa dimasukan kedalam pasal 16, dan juga tidak
patut ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar, cukup ditetapkan dengan undang – undang.
BAB
VI
PEMERINTAHAN
DAERAH
PASAL 18
Sebelum diamandemen.
Pembagian daerah Indonesia, atas
daerah besar dab kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang – undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistim pemerintahan negara, dan hak – hak asal – usul dalam daerah – daerah yang
bersifat istimewa.
Pengertiannya
adalah :
Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari wilayah – wilayah/daerah –
daerah, pulau – pulau, yang dihuni oleh bermacam suku bangsa dengan
kekhususannya / keistimewaannya masing – masing, maka oleh sebab itu dalam
membagi wilayah / daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bentuk
wilayah / daerah besar dan kecil (Provinsi, Kabupaten / Kota) haruslah dengan
mempertimbangkan kekhususan / keistimewaan tersebut, sehingga setiap kekhususan
/ keistimewaan tersebut berada dalam satu wilayah / daerah, tidak terpecah
dalam dua daerah.
Pembagian
wilayah / daerah, haruslah berdasarkan musyawarah sehingga keputusan tersebut
memenuhi harapan semua fihak yang terkait dalam wilayah / daerah yang
bersangkutan.
Sesudah
diamandemen :
(1)
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap – tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang
– undang.
(2) Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintah
daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)
Gubernur,
Bupati dan Wali Kota masing – masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
(5)
Pemerintah
daerah menjalankan seluas – luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
(6) Pemerintah
daerah berhak menentukan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)
Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang.
Pasal 18 A
(1) Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan
kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota. Diatur dengan undang –
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2) Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang – undang.
Pasal 18 B
(1) Negara
mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang – undang.
(2)
Negara
mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
– hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur oleh undang –
undang.
Komentar
:
1. Keputusan
pembagian daerah, seharusnya dinyatakan, supaya dilaksanakan dengan musyawarah.
2. Pengertian
tentang otonomi terlalu luas, sehingga harus dijelaskan bentuk dan
batasannya.demikian juga dengan tugas pembantuan, sehingga pengertiannya sama.
3. Seharusnya
otonomi daerah bukanlah berarti hak mutlak untuk menentukan arah gerak
pembangunan daerah masing - masing, akan tetapi hak pengelolaan yang tetap
terkait dalam koordinasi dengan daerah lain / daerah sekitar, dengan pengelola
bangsa dan negara ditingkat pusat dan tingkat provinsi
Atau dengan kata lain
semua perencanaan pembangunan harus merujuk kepada rencana induk pembangunan
bangsa dan negara. (dulu Garis – Garis Besar Haluan Negara).
Istilah otonomi, bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang tepat, karena istilahnya negara
kesatuan berarti satu untuk semua, semua untuk satu Indonesia.
4. Dengan
dihapusnya Garis – Garis Besar Haluan Negara dari Undang – Undang Dasar 1945,
maka amandemen BAB VI tentang PEMERINTAHAN DAERAH, yang berhubungan erat dengan
pelaksanaan pembangunan bangsa dan negara, menjadi tidak bisa dikoordinir,
untuk menjadi kesatuan gerak maju pembangunan bangsa dan negara.
5. Keleluasaan
pengelola daerah provinsi, kabupaten / kota, dalam mengelola daerahnya, harus
berupa kebebasan yang terikat dalam koordinasi keatas mulai dari tingkat provinsi,
tingkat pusat yang merujuk kepada Garis - Garis Besar Haluan Negara.
6. Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Wali Kota, dilakukan secara demokratis.
Pengertian dan
pemahaman tentang demokrasi / demokratis, sampai sekarang didalam masyarakat
tidak sama.
Mengapa harus
mencantumkan kata demokratis yang bisa mengundang banyak pengertian, bukankah
sebaiknya dipakai kata “dipilih langsung
oleh rakyat didaerah yang bersangkutan.”
BAB
VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.
Pasal 19
Sebelum
diamandemen :
(1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat
ditetapkan dengan undang – undang.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang
sedikitnya sekali dalam setahun
Pasal
20
(1)
Tiap
– tiap undang – undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(2)
Jika
sesuatu rancangan undang – undang tidak mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat, maka undang – undang tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 21
(1)
Angota
– anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang – undang.
(2)
Jika
rancangan undang – undang itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi
dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22
(1)
Dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang – undang.
(2)
Peraturan
Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.
(3)
Jika
tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
BAB
VII Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, mempunyai banyak kekurangan
antara lain :
1. Tidak menjelaskan tata cara pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Tidak menjelaskan persyaratan dari seorang calon wakil rakyat, yang akan dipilih untuk
menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Tidak menjelaskan tentang tugas dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Tidak menjelaskan hak dan kewajiban anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dengan demikian
juga tidak ada sanksi bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
5. Sebagai
badan perwakilan, tidak ditegaskan cara pengambilan keputusan yang berdasarkan musyawarah, sesuai dengan sila
keempat PANCA SILA.
Walaupun demikian dengan mempelajari pasal demi pasal dalam BAB VII tentang Dewan perwakilan Rakyat, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dewan
Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang bertanggung jawab untuk
mensyahkan undang – undang dan peraturan bagi pengelola kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Karena
tugasnya adalah mengesahkan rancangan undang – undang dengan cara musyawarah,
maka persyaratan untuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah :
2.1 Taat
melakasanakan ajaran dan tuntunan agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.2 Bijaksana,
dan memahami aspirasi rakyat yang diwakilinya.
2.3 Mengerti
dan memahami maksud dan tujuan dari Undang – Undang Dasar 1945.
2.4 Sehat
jasmani dan sehat rohani, jujur, dan tidak pernah melakukan tindakan yang
merugikan negara.
3. Dari
nama lembaganya, dapat dipastikan bahwa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah
wakil – wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat.
4. Sebagai
lembaga tinggi negara yang mengurus / mensahkan undang – undang, maka anggota
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat, juga berhak mengajukan rancangan
undang – undang.
Akan tetapi karena yang
akan memakai undang – undang tersebut adalah lembaga eksekutif / Presiden, maka
keputusan dipakai atau tidaknya rancangan undang – undang tersebut, tergantung
kepada keputusan Presiden, walaupun sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pengertian
dari pasal 20 ayat 2, dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat, tidak mau atau menolak
mensahkan rancangan undang – undang, adalah karena undang – undang tersebut
belum saatnya. dibutuhkan.
Karena,
apabila rancangan undang – undang tersebut memang diperlukan guna kelancaran
pembangunan bangsa dan negara, maka Dewan Perwakilan Rakyat, tidak mempunyai
alasan untuk tidak mensahkannya.
Demikian
juga sebaliknya apabila rancangan undang – undang yang diusulkan oleh anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, bermanfaat dan saatnya memang dibutuhkan, maka
Presiden juga tidak mempunyai alasan untuk tidak memberlakukannya.
Apabila
lembaga tinggi negara melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi
kelancaran pembangunan bangsa dan negara, maka akan ditegur atau diperingatkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pada hakekatnya rancangan undang –
undang yang diusulkan adalah rancangan undang – undang yang diperlukan bagi
kelancaran usaha mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia. Serta rancangan
undang – undang yang menjaga dan memelihara segala sesuatu yang sudah dicapai
dalam usaha mewujudkan tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
5. Terdapat
hubungan timbal balik antara Presiden yang membutuhkan undang – undang dengan Dewan
Perwakilan Rakyat yang mensahkan undang – undang.
6. Tugas
dan tanggung jawab Presiden tidak akan bisa berjalan dengan lancar, tanpa
dukungan undang – undang.
7. Pengelolaan kehidupan bangsa dan negara untuk mencapai tujuan
kemerdekaannya, dipantau, diawasi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai
pelaksana dari kedaulatan rakyat.
Dengan
demikian, apabila terjadi ketidak serasian antara lembaga – lembaga tinggi negara,
maka Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa segera mengambil tindakan agar supaya
tidak merugikan perjuangan bangsa dan negara.
BAB VII
Pasal 19
Sesudah
diamandemen :
(1)
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
(2)
Susunan
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang – undang.
(3)
Dewan
Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun
Komentar
:
Ayat
(1) menyatakan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan
umum.
Akan
tetapi persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang wakil rakyat untuk bisa
duduk didalam Dewan Perwakilan Rakyat, tidak ditetapkan. Padahal persyaratan
ini sangat penting bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang mengesahkan rancangan undang – undang.
Pasal
20
(1)
Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang – undang.
(2)
Setiap
rancangan undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden,
untuk mendapat persetujuan bersama.
(3) Jika
rancangan undang – undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang – undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(4)
Presiden
mengesahkan rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang – undang.
(5) Dalam
hal rancangan undang – undang yang telah disetujui tersebut tidak disahkan oleh
Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang – undang
tersebut disetujui, rancangan undang – undang tersebut sah menjadi undang –
undang dan wajib diundangkan.
Komentar
:
1. Ayat (1) pasal 20, menyatakan
bahwa, Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang – undang. Akan tetapi, ayat (2) mengatakan :
Setiap
rancangan undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden,
untuk mendapat persetujuan bersama.
Jadi dimana letaknya kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam membentuk undang – undang, apabila harus juga dibahas dengan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.
2.
Sangat baik dan bijaksana, apabila
ayat (1) pasal 20, berbunyi : Dewan
Perwakilan Rakyat berwenang mensahkan rancangan undang – undang yang diusulkan
oleh Presiden, maupun rancangan undang – undang yang diusulkan oleh anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Rancangan
undang – undang dibahas bersama Presiden, artinya dengan bijaksana bermusyawarah, seperti
yang dikehendaki oleh sila keempat dari Panca – Sila, bukan berdasarkan jumlah
suara terbanyak.
Oleh sebab itu jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, tidak menentukan pengambilan keputusan.
Yang
berperan disini adalah kwalitas dan kebijaksanaan.
Presiden (eksekutif) mengajukan
rancangan undang – undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, tentu disebabkan
karena Presiden (eksekutif) memerlukannya.
Dengan demikian, maka
apabila rancangan undang – undang yang sudah disetujui dan disahkan menjadi
undang – undang, maka Presiden pasti tidak akan menunda untuk mengundangkan
undang – undang tersebut.
Kecuali ada hal – hal
yang menjadi pertimbangan Presiden untuk menunda mengundangkannya.
Apabila terjadi
kelalaian Presiden (eksekutif) untuk mengundangkan undang – undang, maka yang
berwenang menegur atau memberi peringatan adalah Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Demikian juga apabila
Dewan Perwakilan Rakyat terlambat atau lalai membahas rancangan undang –
undang, akan ditegur atau diberi peringatan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Oleh karenanya ayat (5) pasal 20, tidak perlu.
4. Ada kekeliruan pada ayat (4) pasal 20, yaitu Presiden sebagai pihak yang mengusulkan rancangan undang – undang, tidak mempunyai hak untuk mengesahkan undang - undang.
Presiden hanya mempunyai kewenangan mengundangkan undang - undang, yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden hanya mempunyai kewenangan mengundangkan undang - undang, yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 20 A
(1)
Dewan
Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi
pengawasan.
(2)
Dalam
melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal – pasal lain Undang
– Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat.
(3)
Selain
hak yang diatur dalam pasal – pasal lain Undang – Undang Dasar ini, setiap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan ,
menyampaikan usul, dan pendapat serta hak imunitas.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang – undang.
Ulasan
/ komentar :
1. Berdasarkan
BAB VII, Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, Dewan Perwakilan
Rakyat hanya memiliki satu fungsi yaitu fungsi legislasi rancangan undang –
undang dan peraturan – peraturan pemerintah.
2. Membuat
rancangan anggaran belanja dan pendapatan negara, merupakan tugasnya lembaga
eksekutif (Presiden). Sedangkan mengawasi penyelenggaraan negara, adalah haknya
Majelis Permusyawaratan Rakyat, karena Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah
pelaksana kedaulatan rakyat, yang menetapkan Garis – Garis Besar Haluan Negara.
3. Dengan dihapuskannya Garis – Garis Besar Haluan
Negara, tidak ada lagi yang bisa dijadikan tolok ukur atau patokan untuk
menilai penggunaan Anggran Pendapatan dan Belanja Negara, atau untuk menguji
benar atau tidaknya keputusan yang diambil oleh para pengelola negara.
4. Fungsi
pengawasan dan anggaran serta hak interpelasi, hak angket sebetulnya merupakan
haknya Mejelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai pelaksana dari Kedaulatan
Rakyat.
5. Setiap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul, dan pendapat serta hak imunitas.(ayat 3). Pertanyaannya, terhadap
siapa hak – hak tersebut diberlakukan ?
Bukankah dalam kegiatannya, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat tentunya harus bertanya, menyampaikan usul dan
pendapat. Jadi apa gunanya hak – hak tersebut dimuat dalam Undang – Undang
Dasar.
6. Apakah
yang dimaksud dengan hak imunitas ? Apabila maksudnya adalah suatu bentuk
kekebalan ? Kekebalan terhadap apa ?
Kalau hak imunitas, untuk
membedakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan warga negara yang lain, maka
hak imunitas bertentangan dengan hak – hak warganegara.
Pasal 22 A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata
cara pembentukan undang – undang diatur dengan undang – undang.
Komentar
:
Pembentukan
undang – undang bukan dengan undang – undang, tetapi dari rancangan undang –
undang yang dibahas dengan bijaksana dalam permusyawaratan, dan diputuskan dengan
kemufakatan bersama, berdasarkan Undang – Undang Dasar, untuk menjadi undang – undang.
Seharusnya, rancangan
undang – undang dibuat berdasarkan Undang – Undang Dasar, dan Garis – Garis
Besar Haluan Negara.
Pasal 22A ini tidak jelas
maksudnya, dan tidak pantas dijadikan bagian dari Undang – Undang Dasar.
Pasal 22 B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat – syarat dan tata caranya
diatur dalam undang – undang.
Ulasan
/ komentar :
Harus
dijelaskan persyaratan yang harus dipenuhi, serta tugas dan kewajiban, seorang
anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan
hal ini, baru kemudian bisa dibuatkan undang – undang untuk memberikan sanksi
atas pelanggaran persyaratan atau atas kelalaian atau ketidak mampuan
melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat karena sesuatu sebab tidak bisa lagi melaksanakan tugas
dan kewajiban sebagai wakil rakyat, maka keanggotaannya tidak bisa
digantikan,
Segala
sesuatu harus berdasarkan hal yang jelas dan pasti, agar penindakan atas
pelanggaran juga bisa segera dan pasti.
Kembali
karena pasal ini kurang jelas, kurang lengkap maka tidak bisa dijadikan sebagai
salah satu pasal dalam Undang – Undang Dasar
BAB VII A
DEWAN PERWAKILAN
DAERAH.
Membuat
Dewan Perwakilan Daerah sebagai
lembaga negara yang anggotanya dipilih oleh rakyat, kemudian menjadi bagian
dari anggota tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah tindakan dan
keputusan yang salah, atau kesalahan yang disengaja.
Apabila
Dewan Perwakilan Daerah adalah penjelmaan dari utusan daerah seperti yang
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tentang
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka keputusan ini juga salah,
karena Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah pelaksana dari kedaulatan rakyat,
sedangkan Dewan Perwakilan Daerah tidak
berdaulat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rakyat adalah pemegang/pemilik
kedaulatan atas negara, yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dengan
demikian maka yang menjadi anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah
wakil – wakil rakyat, yang diusulkan
dan dipilih oleh rakyat.
Sedangkan
daerah bukan pemilik/pemegang kedaulatan
atas Negara.
Daerah adalah bagian dari wilayah
kedaulatan negara, sebagai tempat bermukimnya rakyat, merupakan bagian dari hak kedaulatan
rakyat.
Oleh
sebab itu, daerah sama sekali tidak
mempunyai kedaulatan atas negara, dengan demikian, tidak mungkin mempunyai
wakil.
Kalau
yang dimaksud dengan daerah adalah
provinsi, kabupaten, kota yang merupakan bagian dari negara, maka daerah –
daerah ini sudah dibawah tanggung jawab
pengelolaan gubernur dan Bupati / Wali Kota,
Sedangkan untuk wakil rakyatnya,
sudah
ditampung oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Dengan demikian maka apapun
alasannya, Dewan Perwakilan Daerah, keberadaannya tidak diperlukan, oleh karenanya harus segera dibubarkan.
Apalagi
dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat tanggal, 9 November 2001, tentang amandemen ketiga Undang – Undang Dasar
1945, yang menghapuskan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat,( mungkin tanpa disadari), telah menjadikan keputusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat tanggal, 9 November 2001 serta keputusan – keputusan
sesudah itu batal, karena tidak lagi mempunyai kekuatan hukum.
Undang
– Undang Dasar 1945, adalah cermin negara dan bangsa Indonesia.
Kalau
ingin menjadi bangsa yang besar, yang disegani lawan dan dihormati kawan, maka
buatlah dan jadikan Undang – Undang Dasar 1945, sesuai dengan Pembukaan Undang
– Undang Dasar 1945, secara baik dan benar.
BAB VII B
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22 E
(1)
Pemilihan
Umum dilaksanakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
(2) Pemilihan
umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(3)
Peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4) Peserta
pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.
(5) Pemilihan
umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap dan mandiri.
(6)
Ketentuan
lebih lanjut tentang pemilihan umum, diatur dengan undang – undang.
Ulasan
:
Pemilihan
umum adalah wujud dari kedaulatan rakyat, dengan demikian maka peserta Pemilihan Umum diusulkan dan
dipilih oleh rakyat Indonesia. Persyaratan dan pelaksanaannya diatur dengan
undang – undang.
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal
23
Sebelum
diamandemen :
(1)
Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan
tiap – tiap tahun dengan undang – undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan
anggaran tahun yang lalu.
(2)
Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang – undang.
(3)
Macam
dan harga mata uang, ditetapkan dengan undang – undang.
(4)
Hal
keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang – undang.
(5)
Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badab Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang – undang. Hasil
pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Ulasan
:
1. Pasal
23 masih menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja negara harus mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini disebabkan karena Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai wujud kedaulatan Rakyat belum terbentuk,
sedangkan penyelenggaraan negara harus berlangsung terus.
2. Sekarang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sudah
dibentuk, maka sudah selayaknya rencana angaran pendapatan dan belanja negara,
yang akan digunakan untuk pembangunan bangsa dan negara guna mencapai tujuan kemerdekaan
bangsa Indonesia, diusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Apabila
sudah disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, baru kemudian rancangan undang
– undang pelaksanaannya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
dijadikan / disahkan sebagai undang – undang.
Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden tidak berhasil memutuskan rancangan undang –
undang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menjadi undang –
undang, sedangkan tahun anggaran berikutnya sudah masuk, maka bisa dipakai
undang – undang sebelumnya.
Disini sekali lagi
terlihat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara, yang
berkewajiban mensahkan undang – undang, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
pembangunan bangsa dan negara.
3. Hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan bukan diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, akan tetapi seharusnya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat, agar bisa ditidak lanjuti.
4. Apabila
didalam laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa keuangan tersebut terdapat sesuatu
yang salah, keliru atau penyelewengan, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menyampaikan
perihal tersebut kepada lembaga negara yang berwenang, untuk ditindak lanjuti,
diusut, dan diambil tindakan hukum.
Sesudah
diamandemen :
(1) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara,
ditetapkan setiap tahun dengan undang – undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
(2)
Rancangan
undang – undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja negara tahun yang lalu.
Tanggapan
/ komentar :
Melihat
amandemen pasal 23 Undang – Undang Dasar 1945 ini, maka :
1. Seperti
telah diuraikan sebelumnya, ayat (2) kata - kata . . . "dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah, harus dihapuskan".
2. Ayat
(2) kembali memperkuat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga yang
mengesahkan rancangan undang – undang menjadi undang – undang.
3. Ayat
(2) bertentangan dengan ayat (3),
Dalam
ayat (2) disebut, Presiden mengajukan
rancangan undang – undang anggaran pendapatan dan belanja negara, untuk
dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam ayat (3)
diksebutkan apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rencana anggaran dan pendapatan negara.
Yang diusulkan adalah rancangan undang – undang
anggaran dan pendapatan negara. Mengapa dalam ayat (3) yang tidak disetujui
adalah rencana anggaran dan belanja negara
?
Undang
– undang anggaran pendapatan dan belanja negara
tidak sama dengan rencana anggaran
belanja dan pendapatan negara.
4. Pengertian
yang ada didalam pasal 23, dalam pelaksanaannya, tidak sesuai dengan maksud
pasal 23 Undang – Undang Dasar 1945, karena Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, tidak diusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan
tidak berdasarkan rencana induk pembangunana bangsa dan negara yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Seharusnya
ayat (2) berbunyi :
1. Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, diajukan oleh Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Untuk mendapatkan persetujuannya.
2. Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sudah disetujui oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dibuatkan rancangan undang – undangnya, untuk disahkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, menjadi undang – undang.
3. Dalam
hal rancangan undang – undang Rencana Pendapatan dan Belanja Negara belum
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka pengelolaan kehidupan bangsa dan negara,
dapat melaksanakannya berdasarkan undang – undang Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara tahun sebelumnya.
BAB VIII A
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23 E
(1) Untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil
pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Hasil
pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang – undang.
Komentar
:
1. Ayat
(2), seharusnya berbunyi : Hasil pemeriksaan penggunaan keuangan Negara,
diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Apabila
terdapat penyimpangan, penyelewengan, tindakan yang merugikan negara dalam
pelaksanaan penggunaan keuangan Negara, maka Mejelis Permusyawaratan Rakyat,
memberikan laporan Badan Pemeriksa Keuangan tersebut kepada lembaga negara yang
berwenang untuk ditindak lanjuti, diusut dan diambil tindakan sesuai undang –
undang atau hukum yang berlaku.
3. Ayat
(3) Tidak jelas apa yang dimaksud. Oleh sebab itu tidak layak untuk dijadikan
sebagai Undang – Undang Dasar.
Pasal 23 F
(1) Anggota
Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Dan diresmikan oleh
Presiden.
(2)
Pimpinan
Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
Komentar
:
1. Mengingat
penting dan beratnya tugas dari Badan Pemeriksa Keuangan, seharusnya
ditegaskan jumlah serta persyaratan anggota Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan Daerah.
ditegaskan jumlah serta persyaratan anggota Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan Daerah.
2. Calon
anggota Badan Pemeriksa Keuangan, sebaiknya diusulkan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Anggota
Badan Pemeriksa Keuangan sebaiknya dipilih dan diputuskan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
4. Ketua
dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan dilantik oleh Presiden.
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
Sebelum
diamandemen :
(1)
Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung, dan lain – lain badan kehakiman
menurut undang – undang.
(2)
Susunan
dan kekuasaan badan – badan kehakiman itu diatur dengan undang – undang.
Ulasan
:
1. Pengertiannya
adalah bahwa lembaga kehakiman yang tertinggi adalah Mahkamah Agung, baru
kemudian menyusul lembaga - lembaga kehakiman lainnya seperti, Kejaksaan Agung,
Mahkamah Konstitusi dan lain – lain sesuai kebutuhan.
2. Sebagai
lembaga kehakiman yang paling tinggi, seharusnya ditegaskan bahwa Mahkamah
Agung mempunyai fungsi pengawasan terhadap kinerja lembaga – lembaga kehakiman
lainnya.
Sesudah
diamandemen :
(1) Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawah lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan
– badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan
undang – undang.
Komentar
:
Ayat
(1) tidak perlu disempurnakan lagi, karena ada kalanya sulit mendapatkan kata
yang tepat untuk menyampaikan yang dimaksud dengan merdeka atau bebas.
Pasal
24 A
(1)
Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang –
undangan dibawah undang – undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh undang – undang.
(2)
Hakim
Agung harus memiliki intergritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
prefesional, dan berpengalaman dibidang hukum.
(3)
Calon
hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden.
(4)
Ketua
dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dan oleh hakim agung.
(5)
Susunan,
kedudukan, keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan
dibawahnya diatur dengan undang – undang.
Komentar
:
1. Ayat
(1) yang memuat tentang kewenangan
Mahkamah Agung, harusnya dibuat jelas dan pasti termasuk tugas dan tanggung
jawabnya.
Kalimat yang mengatakan
. . . "dan yang mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang – undang",
menggambarkan atau menyiratkan bahwa ada wewenang lainnya yang akan diberikan
kepada Mahkamah Agung..
Kewenangan yang belum pasti, tidak bisa dimuat dalam Undang – Undang Dasar, karena sesuatu yang tidak pasti tidak bisa dipakai sebagai dasar bagi undang – undang dibawahnya.
Kewenangan yang belum pasti, tidak bisa dimuat dalam Undang – Undang Dasar, karena sesuatu yang tidak pasti tidak bisa dipakai sebagai dasar bagi undang – undang dibawahnya.
2. Ayat
(3). agar supaya lebih demokratis, maka calon hakim agung, selain diusulkan
oleh Komisi Yudisial, juga diusulkan oleh badan – badan peradilan dari
lingkungan peradilan umum, militer, agama, lingkungan peradilan tata usaha negara, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Baru kemudian sesudah ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, pelantikannya oleh Presiden.
Bila dibutuhkan undang
– undang pendukungnya, baru rancangan undang – undangnya diusulkan untuk
disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 24 B
(1) Komisi
Yudisial, bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran, martabat serta perilaku hakim.
(2) Anggota
Komisi Yudisiaal harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum, serta
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan,
kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang – undang.
Komentar
:
1.
Ayat (1) seharusnya menjelaskan bentuk
dan kegunaan Komisi Yudisial.
Sebaiknya ayat (1)
berbunyi : Komisi Yudisial adalah lembaga kehakiman yang berwenang untuk menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat hakim dan jaksa. Kewenangan untuk mengusulkan hakim agung, tidak perlu dijelaskan, karena sudah
ada dalam pasal sebelumnya.
Baru sesudahnya dibuat persyaratan bagi calon anggota Komisi Yudisial,
2.
Calon anggota Komisi Yudisial diusulkan
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pelantikannya dilaksanakan oleh
Presiden.
3. Apabila
anggota Komisi Yudisial oleh karena satu dan lain hal harus diberhentikan, maka
usulan pemberhentian disampaikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan
dilaksanakan oleh Presiden.
Pasal 24 C
(1) Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final, untuk menguji undang – undang, terhadap Undang –
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannnya
diberikan oleh Undang – Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat,
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden, menurut Undang –
Undang Dasar.
(3)
Mahkamah
Konstitusi mempunyai Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan
masing – masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4)
Ketua
dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
(5)
Hakim
konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan, yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap
sebagai pejabat negara.
(6)
Pengangkatan
dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnyatentang
Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang – undang.
Komentar
:
1.
Apabila yang dimaksud dalam ayat (1)
adalah maksud dan tujuan didirikannya Mahkamah Konstitusi, maka ayat (1)
sebaiknya berbunyi :
Mahkamah Konstitusi
adalah lembaga Negara untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang
putusannya bersifat final, untuk menguji undang – undang, terhadap Undang –
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang – Undang Dasar, memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
2.
Untuk pembubaran partai politik bisa
dilaksanakan oleh lembaga peradilan dari lingkungan umum, karena partai politik
bukanlah lembaga negara, akan tetapi termasuk organisasi kemasyarakatan.
3. Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
Presiden dan / atau Wakil Presiden bisa diadukan oleh siapa saja, kepada
Majelis Permusywaratan Rakyat, yang akan meneruskan pengaduan atas pelanggaran
tersebut kepada lembaga kehakiman yang sesuai dengan jenis pelanggarannya.
4. Pasal 24 C, tidak menjelaskan kewenangan
lembaga negara yang berwenang untuk memilih, dan menetapkan / memberhentikan
serta lamanya masa jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi.
5. Tidak
ada lembaga kehakiman yang berwenang untuk mengkoreksi atau menguji
penyempurnaan / perbaikan Undang –
Undang Dasar, seperti yang telah terjadi pada amandemen Undang – Undang Dasar
1945.
Pasal
25
Sebelum
diamandemen :
Syarat – syarat untuk menjadi dan
untuk diberhentikan sebagai hakim, ditetapkan dengan undang – undang.
BAB IXA
Pasal 25 A
Negara Kesatuan Rapublik Indonesia
adalah Negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas –
batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang.
Komentar
:
Didalam
Undang – Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, tidak ada pasal yang menyatakan
tentang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Oleh
karenanya, apabila wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang
dimasukkan kedalam Undang – Undang Dasar, adalah tindakan yang benar, akan
tetapi ada beberapa hal yang kurang diperhatikan :
1. Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan termasuk ranah hukum, dengan demikian
tidak bisa dimasukkan kedalam BAB IX A.
Wilayah lebih cocok,
apabila ditempatkan didalam BAB X, karena ada keterkaitan antara warga negara,
dengan wilayah, atau ditempatkan di pasal 1.
2. Wilayah
adalah merupakan suatu kawasan yang mempunyai batas, akan tetapi tidak
mempunyai hak.
Yang mempunyai hak
adalah warga negara atau penduduk yang bermukin didalam wilayah tersebut.
Dengan demikian perkataan yang menyatakan bahwa wilayah disamping mempunyai
batas juga mempunyai hak, adalah tidak benar, atau setidaknya harus
dipertanyakan tentang hak – hak dari wilayah.
Sebagai ilustrasi,
apabila daerah mempunyai hak, suatu waktu daerah bisa menyatakan bahwa daerah
tidak boleh dikelola dan tidak boleh dihuni oleh rakyat Indonesia, maka jadilah
rakyat Indonesia, sebagai rakyat yang terusir dari tanah tumpah darahnya.
BAB X
WARGA NEGARA
Pasal 26
Sebelum
diamandemen :
(1)
Yang
menjadi warga negara ialah orang – orang bangsa Indonesia aseli dan orang –
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai warganegara.
(2)
Syarat
– syarat yang mengenai kewargaan negara ditetapkan dengan undang – undang.
Pasal 27
(1) Segala
warga – negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2)
Tiap
– tiap warga – negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang – undang.
BAB X
Pasal 26
Sesudah diamandemen :
(1)
Yang
menjadi warga negara ialah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang –
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai warga negara.
(2)
Penduduk
ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
(3)
Hal
– hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang – undang.
Komentar
:
1. Sebutan
orang asing dalam ayat (2), tidak tepat, karena bisa berarti orang yang tidak
dikenal asal usulnya. Padahal semua manusia penduduk bumi ini dari manapun
asalnya, pada hakekatnya telah memiliki identitas. Walaupun kemudian dengan
alasan atau penyebab tertentu, bukti atau dokumen identitasnya tidak ada.
2. Dengan
demikian kata – kata orang asing,
seharusnya diganti dengan bangsa lain.
Pasal 27
(1) Segala
warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2)
Tiap
– tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
(3)
Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Komentar
:
Apabila
yang dimaksud dalam ayat (3) pasal 27 adalah tentang kewajiban setiap warga
negara, maka kata – katanya kurang tepat, karena disini perannya adalah ikut
serta, artinya tidak berdiri sendiri – sendiri.
Seharusnya
ayat (3) berbunyi : Setiap warga negara harus dan wajib secara bersama – sama
atau sendiri – sendiri melakukan upaya pembelaan Negara.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang – undang.
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Hak
azazi manusia, sebenarnya sudah tersirat dan tersurat didalam Pembukaan Undang
– Undang Dasar 1945.
Negara
melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, keadilan sosial yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Apabila
ada aturan tentang hak azazi manusia yang tidak sesuai dengan apa yang
digariskan dalam pembukaan Undang – Undang dasar 1945, sebaiknya diabaikan.
Coba
perhatikan pasal – pasal tentang hak azazi manusia dibawah ini :
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Komentar
:
1. Pasal
ini tidak menjelaskan tentang hak mempertahankan hidup, sehingga bisa
ditafsirkan bahwa hak mempertahankan hidup termasuk melengkapi diri dengan
senjata, atau boleh melakukan tidakan pembelaan diri sesuai kemampuannya.
2. Apabila
hal seperti ini terjadi, akan timbul hukum rimba, bukan lagi tindakan yang
berdasarkan undang – undang.
3. Berhubung
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkaulatan Rakyat, maka
seharusnya pasal 28 A ini berbunyi :
(1) Hak
dan kewajiban setiap warga Negara dan penduduk negara Kesatuan Republik Indonesia,
diatur dalam undang – undang.
(2) Setiap
warga Negara, wajib menjalani kehidupannya berdasarkan tuntunan agamanya yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan undang – undang.
Pasal 28B
(1) Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
(2) Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Ulasan
:
Agama
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, telah mengatur tentang tata cara membentuk
keluarga, dan perkawinan yang sah.
Pasal 28C
(1) Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
(2) Setiap
orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3)
Setiap
warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintah.
(4)
Setiap
orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1) Setiap
orang bebasa memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pemdidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)
Setiap
orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap
sesuai hati nuraninya.
(3)
Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Komentar :
Ayat
(1) memberikan kebebasan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih tempat
tinggal, memilih kewarganegaraan terus kembali lagi, seakan – akan negara tidak
layak untuk dihormati dan dihargai, sehingga bisa ditinggal atau kembali
sesukanya.
Pasal
28E, memberi peluang untuk timbulnya aliran –
aliran kepercayaan, agama yang bermacam – macam, yang berpotensi
menimbulkan kekacauan dan perpecahan bangsa, dan bertentangan dengan sila
ketiga dari Panca Sila.
Harap
difahami bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah tempat untuk
tumbuhnya aliran – aliran kepercayaan atau agama yang akan merusak persatuan
bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah tempat hidup dan berkembangnya bangsa Indonesia serta
bangsa – bangsa lain yang patuh dan tunduk kepada undang – undang Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta yang menghormati kedaulatan bangsa
Indonesia.
Segala sesuatu didunia ini dalam
rangkaian kehidupan atau keberadaan dialam semesta, harus memiliki aturan yang
jelas dan pasti, serta harus bisa berinteraksi sebaik - baiknya dengan
lingkungannya.
Tidak bisa komponen alam semesta
memakai aturan sendiri, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi lingkungannya.
Atau dengan kata lain, hidup tidak
bisa diatur menurut maunya sendiri, tetapi harus tunduk kepada ketentuan Tuhan
Yang Maha Esa.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi, dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Semua orang berhak untuk bebasa dari
penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain.
Komentar
:
Apabila
Negara Kesatuan Republik Indonesia dikelola dengan baik berdasarkan Undang –
Undang Dasar 1945 (sebelum diamandemen) dan PANCA SILA dengan baik, benar dan
bertanggung jawab, maka tidak akan pernah terjadi warga negara Republik
Indonesia meminta suaka kenegara lain.
Pasal 28H
(1) Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2) Setiap
orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatandan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
(4) Setiap
orang berhak mempunyai hak milik dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang – wenang oleh siapapun.
Pasal 28I
(1) Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2)
Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa
pun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
(3)
Identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradapan.
(4)
Perlidungan,
pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5)
Untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia, dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang – undangan.
Komentar
:
1. Seseorang
tidak bisa dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dalam ayat (1) sangat melanggar keadilan dan hati nurani
rakyat yang berdaulat atas Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena yang orang
bersalah merugikan bangsa dan negara baik secara moril dan materil, dimasa
lalu, tidak bisa digugat didepan hukum.
Setelah berpesta pora
dengan harta kekayaan bangsa dan negara, kemudian tidak bisa dituntut, karena
dilindungi oleh Undang – Undang Dasar 1945.
Jadi berpesta poralah
para koruptor yang terlindungi oleh ayat (1) pasal 28I ini.
Bagaimana kita harus
mempertanggung jawabkan hal ini terhadap dasar Negara yang menghendaki Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila kelima Panca Sila).
Mungkinkah pasal 28 I
ayat (1) ini dibuat oleh mantan – mantan koruptor ?
2. Ayat
(3) ini, bertentangan dengan hak – hak asasi tradisional manusia, karena hak
tradisional masyarakat, tidak retak kerana panas, dan tidak lapuk karena hujan.
Pasal 28J
(1) Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia, orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orangwajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang – undangdengan maksud semata – mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai –
nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Komentar
:
Pasal
– pasal tentang hak azazi manusia, lebih tepat apabila dijadikan sebagai bahan
untuk membuat rancangan undang – undang, bukan dijadikan sebagai pasal – pasal
dalam Undang – Undang Dasar 1945.
Dengan
masuknya pasal – pasal hak azazi, Undang – Undang Dasr 1945, seperti kehilangan
bobot dan pamor. Kasihan kan ?
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1)
Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Negara
menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing –
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Komentar :
Karena dasar Negara
adalah PANCA SILA, maka yang yang perlu disempurnakan adalah ayat (1) yaitu
dengan :
(1) Negara
berdasarkan PANCA SILA dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Agama
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui dan dilindungi oleh undang –
undang.
(3) Negara
harus mempertegas dengan undang – undang kaidah – kaidah pokok dari agama –
agama yang diakui, sehingga agama – agama yang ada dilindungi dari pemikiran
atau kaidah yang berbeda, yang bisa merusak kerukunan hidup beragama. Hal ini juga
untuk mencegah masuknya agama – agama atau aliran kepercayaan lain yang akan
menggoyahkan persatuan dan keutuhan bangsa.
(4) Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia. Walaupun berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Negara tidak bisa menerima semua aliran agama atau kepercayaan, yang akan merusak persatuan bangsa dan kerukunan hidup antar umat beragama.
Indonesia. Walaupun berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Negara tidak bisa menerima semua aliran agama atau kepercayaan, yang akan merusak persatuan bangsa dan kerukunan hidup antar umat beragama.
BAB XII
PERTAHANAN
NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap
– tiap warga – negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2)
Syarat
– syarat tentang pembelaan diatur dengan undang – undang.
Sebenarnya
untuk pertahanan negara, pasal 30, sudah cukup dan ditambah dengan komponen
pertahanan negara seperti Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik
Indonesia, serta rakyat Indonesia.
Tinggal
menjabarkannya kedalam undang – undang.
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap
– tiapa warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
(2) Usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistim pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
(3) Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum
(5) Susunan
dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikut sertaan warga negara,
serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan
undang – undang.
Komentar
:
Terlalu
terperinci untuk dijadikan sebagai Undang – Undang Dasar.
BAB XIII
PENDIDIKAN
Pasal
31
(1)
Tiap
– tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
(2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional yang diatur
dengan undang – undang.
Pasal
32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN.
Sesudah
diamandemen :
Pasal
31
(1)
Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2)
Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3)
Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang – undang.
(4)
Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20 % dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5)
Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Komentar
:
1. Kata
– kata : pemerintah sebaiknya diganti dengan : negara.
2. Ayat
(3) tidak menjelaskan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap apa ?
3. Mengapa
hanya ayat (3) yang diatur dengan undang – undang, padahal ayat – ayat lainnya
untuk pelaksanaannya, juga memerlukan pengaturan dengan undang – undang.
BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
Sebelum
diamandemen :
(1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang
– cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan
dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertiannya
:
1. Ayat
(1) menginginkan agar perekonomian Indonesia tumbuh secara bersama – sama,
seperti mata rantai dari kecil sampai besar, saling terkait satu sama lain.
Usaha besar merangkul /
bekerja sama dengan usaha kecil / menengah yang ada hubungan dengan jenis
usahanya, sehingga kebutuhannya didukung oleh beberapa usaha kecil.
Perekonomian seperti
ini yang disebut sebagai usaha kooperatif, saling bekerja sama, tunjang
menunjang satu sama lain.
Usaha bersama ini
nantinya akan membentuk suatu
konglomerasi yang merupakan himpunan
dari berbagai pengusaha yang usahanya saling membutuhkan, bukan
konglomerasi yang dimiliki oleh satu pemilik yang menguasai dari hulu sampai
hilir.
Keuntungan dari sistim
ini adalah tumbuhnya kompetisi dalam hal keunggulan kwalitas, kwantitas, serta
komitmen, yang berdasarkan kejujuran.
2. Semua
yang terkandung didalam air dan bumi Indonesia dikuasai dan diatur oleh negara,
berarti perekonomian Indonesia dikuasai oleh negara, terutama dalam bentuk
perijinan, sehingga dengan demikian negara bisa mengatur segala sesuatunya
dengan baik dan benar, untuk dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi kemakmuran
rakyat, bukan untuk pribadi, kelompok atau golongan apaun juga
Satu
untuk semua, semua untuk satu Indonesia.
Pasal
34
Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional Indonesia.
BAB
XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL
DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
Sesudah
diamandemen :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang
– cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
(3)
Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.
(4)
Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang – undang.
Komentar :
1. Ayat (1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan. Sedangkan ayat (4) Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi.
Sama – sama
perekonomian, tetapi berdasarkan dua hal yang berbeda, yang arti atau bentuknya
tidak dijelaskan
2. Ayat (4) mengatakan bahwa dasar perekonomian
Indonesia adalah Demokrasi Ekonomi. Sampai hari ini demokrasi ekonomi tersebut,
belum pernah dijelaskan bentuknya. Demikian juga dengan kata – kata . . . prisip kebersamaan . . . . .dan seterusnya,
tidak bisa diartikan atau difahami secara jelas dan pasti, sehingga mengandung
banyak pengertian atau penafsiran.
3. Sesuatu
yang kurang pasti atau kurang jelas, yang akan menimbulkan beberapa penafsiran
tidak bisa dijadikan sebagai ketentuan didalam Undang – Undang Dasar.
Pasal 34
(1)
Fakir
miskin dan anak – anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara
mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
(4)
Ketentuan
lebih anjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang – undang.
Komentar
:
Ayat (2) menetapkan bahwa jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.
Apakah
seluruh rakyat Indonesia memerlukan atau berhak mendapatkan jaminan sosial ?
Kalau
tidak salah, pasal 34 ini adalah dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Jadi pasal 34 ayat (1) sudah cukup, selanjutnya
petunjuk pelaksanaannya dengan undang – undang.
BAB XV
BENDERA
DAN BAHASA
Pasal 35
Bendera Negara
Indonesia ialah Sang Merah Outih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
Sesudah
diamandemen
Pasal 35
Bendera Negara
Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia.
Pasal
36A
Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia
Raya.
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Bendera , Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang
– undang.
Komentar
:
1. Menyebutkan
Negara Indonesia dalam pasal 35, pasal 36A, pasal 36B, tidak sama, sehingga
timbul kesan seoerti kurang menghargai.
2. Alangkah
baiknya apabila disebutkan :
· Bendera Negara Kesatuan Republik
Indonesia ialah Sang Merah Putih.
· Bahasa Nrgara Kesatuan Republik
Indonesia ialah Bahasa Indonesia.
· Lambang Nagra Kesatuan Republik Indonesia
ialah Garuda Pancasila
· Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ialah Indonesia Raya.
3. Sesuatu
yang sangat penting yang belum dinyatakan dalam Undang – Undang Dasar 1945,
adalag PANCA SILA sebagai Dasar Negara, masih terlupakan walaupun sudah empat
kali Undang – Undang dasar 1945 ini diamandemen.
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG – UNDANG DASAR
Pasal 37
(1)
Untuk
mengubah Undang – Undang Dasar sekurang – kurangnya 2/3 dari pada jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadlir.
(2)
Putusan
diambil dengan persetujuan sekurang – kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota
yang hadlir.
Komentar :
Alangkah
baik dan bijaksananya, apabila sebelum menyempurnakan, merubah ataupun
memperbaiki Undang – Undang Dasar, terlebih dahulu membaca, menghayati pasal 37
ini.
Demikian
berat persyaratan untuk bisa menyempurnakan, merubah, memperbaiki Undang –
Undang Dasar.
Walaupun untuk menambah atau mengurangi satu kata saja. dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar sekali.
Walaupun untuk menambah atau mengurangi satu kata saja. dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar sekali.
Kekeliruan, akan mamakan tenaga, waktu dan biaya dua kali lebih besar dari pada
hanya menyempurnakan saja.
Sesudah diamandemen :
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal – pasal Undang
– Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
apabila diajukan oleh sekurang – kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan Pasal – Pasal
Undang – Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3)
Untuk
mengubah pasal – pasal Undang – Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri oleh sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(4)
Putusan
untuk mengubah Pasal – Pasal Undang – Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang – kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan
perubahan.
Komentar
:
Dalam
pasal 37, tidak dijelaskan tata cara pengambilan keputusan tentang perubahan
pasal – pasal Undang – Undang Dasar.
Akan
tetapi apabila melihat dasar negara Panca – Sila, maka bisa dipastikan bahwa
cara pengambilan keputusan adalah melalui pemilihan suara terbanyak.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tiunggi dan tertinggi Negara, sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat, adalah tidak bijaksana, apabila mengambil
keputusan berdasarkan pemilihan suara terbanyak.
Dalam
pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, sudah dinyatakan bahwa kerakyatan, yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Jadi
seharusnya setiap keputusan yang diambil oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,
haruslah berdasarkan hasil musyawarah
Bahan bacaan :
1. Undang - Undang Dasar 1945 dari Arsip Nasional Republik Indonesia.
2. UUD 1945 dan Amandemennya diterbitkan oleh Citra Publishing
3. BAHAN PENATARAN
* PEDOMAN PENGHAYATAN
DAN PENGAMALAN PANCASILA.
* UNDANG - UNDANG DASAR 1945
* GARIS GARIS BESAR HALUAN NEGARA.
Terbitan BP - 7 PUSAT tahun 1992
Bahan bacaan :
1. Undang - Undang Dasar 1945 dari Arsip Nasional Republik Indonesia.
2. UUD 1945 dan Amandemennya diterbitkan oleh Citra Publishing
3. BAHAN PENATARAN
* PEDOMAN PENGHAYATAN
DAN PENGAMALAN PANCASILA.
* UNDANG - UNDANG DASAR 1945
* GARIS GARIS BESAR HALUAN NEGARA.
Terbitan BP - 7 PUSAT tahun 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar